KEMULIAAN MEMBER IGI ITU MEMBERI

1
2615

Barangsiapa bergaul dengan suatu kaum maka dia akan seperti kaum tersebut.” Demikian prinsip yang berlaku di dalam sebuah hubungan pertemanan di muka bumi ini. Prinsip itu berlaku secara universal. Kalau ada yang mau meneliti, mestinya akan dihasilkan kesimpulan bahwa realitas yang terjadi hampir selalu begitu. Makanya nabi mengucapkan hadits seperti yang tercantum pada kalimat pertama paragraf ini.

Member IGI
Ikatan Guru Indonesia (IGI) dengan slogannya sharing and growing together telah membuka mindset banyak guru yang menjadi membernya. Para guru itu akhirnya sadar bahwa kebahagiaan itu adalah memberi. Memberi apa saja, dari mulai harta, benda, jasa, pinjaman tempat, waktu, tenaga, pikiran dan ilmu yang dimiliki serta ikatan tali persaudaraan. IGI juga mengajarkan bahwa memilih tangan diatas daripada tangan dibawah adalah mulia. Dan mental tangan diatas inilah yang menyatukan hati kaum ini. Mereka adalah  kaum, member, atau Jam’iyah Al-IGIyah yang sering disebut sebagai The IGI-ers.

Mental tangan di atas ini bukan hanya diimplementasikan untuk sesama member   IGI, tetapi untuk semua anak bangsa, juga untuk negara. Jadi sebelum ada gembar-gembor tentang revolusi mental, member IGI sudah lama merevolusi mentalnya. Revolusi dari mental meminta berubah menjadi mental memberi. Bagi member IGI, yang berlaku adalah pertanyaan, “Jangan tanya apa yang kau dapat dari negerimu, tetapi TANYAKAN APA YANG BISA KAU BERIKAN UNTUK NEGERIMU!” Jadi mereka sepakat untuk menempa diri dan meningkatkan kompetensi diri untuk kejayaan negeri.

Kemuliaan tangan di atas terus-menerus diamalkan dan digaungkan oleh para guru yang bergabung sebagai member  IGI, karena menjadi member IGI berarti memberi. Mindset yang hampir sama antara satu guru dengan guru yang lain di dalam IGI memunculkan resonansi sehingga menghasilkan kekuatan untuk saling berbagi, saling bersinergi, selalu memberi, dan tanpa berpikir untuk meminta dalam rangka tumbuh menjadi lebih baik secara bersama-sama. Member IGI yakin bahwa dengan kekuatan memberi, apalagi memberi lebih, Tuhan pasti tidak tinggal diam. Tuhan akan memberikan ganti berlipat ganda kepada siapapun yang suka memberi, dan itulah yang terjadi di IGI.

Sifat Guru
Berbicara tentang profesi, ada mengatakan bahwa profesi itu hanya ada dua yaitu guru dan non guru. Dan berbicara tentang sifat-sifat yang dimiliki oleh guru, juga hanya ada dua, yaitu sifat guru yang baik dan sifat guru yang tidak baik.

Mengenai sifat yang baik, hampir pasti jika guru itu memilih profesi dari hati nurani, maka kebaikan yang ada di dalam dirinya tidak perlu dipertanyakan lagi. Tetapi manakala sifat-sifat baik itu tidak dikelola dengan baik, tidak ditumbuhkembangkan dalam sebuah wadah organisasi yang mendukungnya, tidak mendapatkan lingkungan budaya agar tumbuh secara kondusif, maka boleh jadi sifat-sifat baik tersebut akan tergerus oleh perubahan zaman.

Sebagaimana hadits nabi di atas, akibat berkumpul dalam suatu kaum, wadah, atau organisasi yang kurang mendukung berkembangnya sifat-sifat baik sebagai guru, maka guru yang memiliki sifat-sifat yang baik bisa jadi tumbuh menjadi guru yang sebaliknya. Hal itu karena kaum yang mengelilinginya tidak mengkondisikan pertumbuhan sifat-sifat baiknya, tetapi sadar atau tidak sadar justru menghalangi tumbuhnya sifat-sifat baik tersebut. Kaum yang menjadi jamaah atau organisasi di mana dia terlibat bisa saja menjadikannya semakin tidak peduli pada marwah profesinya. Mereka yang seharusnya menjadikannya pribadi yang patut digugu dan ditiru pada akhirnya justru membuatnya sebagai guru yang tidak memiliki uswatun hasanah atau contoh yang baik.

Mengacu kepada sifat-sifat para guru terbesar yaitu para rasul, sifat-sifat yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru sebagai seorang penyampai (rasul kecil) dan agen perubahan ada empat. Sifat-sifat tersebut adalah tablig (menyampaikan ilmu, kebenaran, akhlak, budi pekerti, dll.) amanah (bisa dipercaya), sidiq (benar) dan fatonah (cerdas). Namun bisa saja karena kaum di mana dia bergaul dan berorganisasi sifatnya bertentangan dengan keempat sifat itu maka yang terjadi justru sebaliknya. Akhirnya dia miliki sifat yang kurang pas sebagai guru. Sifat-sifat tersebut misalnya, terlalu menikmati zona nyaman, anti perubahan, membenci orang yang berpikiran maju dan membuat kemajuan, susah untuk diajak belajar lagi, terlalu berpuas diri dengan kemampuan dan kompetensinya yang sebenarnya sudah jadul, mudah komplain tanpa solusi, tidak takut meninggalkan generasi bangsa yang lemah di belakang hari, sudah puas jika dia dan keluarganya sukses tetapi tidak pernah memikirkan murid-murid yang sudah dia ajar menjadi apa, mengajari muridnya berbuat tidak jujur dalam UN sehingga meracuni murid pada kehidupan selanjutnya, egois, hedonis, hipokrit, tukang jilat, menipu, mencelakakan orang lain, dan lain-lain.

Naudzubillahimindzalik! Semoga Jam’iyah Al-IGIyah (organisasi IGI) terhindar dari sifat dan akhlak buruk tersebut.

Persaudaraan di dalam IGI
Maka berbahagialah bagi guru yang menjadi member dan bergabung dalam suatu wadah organisasi guru yang tepat seperti IGI. Sebuah organisasi yang mementingkan sifat berbagi dan tumbuh bersama. Organisasi ini mendukung membernya berkembang menjadi guru yang lebih berkualitas secara kolektif kolegial. Karena sifat-sifat baik yang dikembangkan di dalam IGI itulah terjadi penggandaan kebaikan yang dimiliki oleh para guru yang berada di dalamnya. Keempat sifat wajib rasul yang juga harus dimiliki oleh guru sebagai rasul kecil, ternyata sangat berkembang pesat di dalam wadah ini.

Jika penulis tidak berada di dalam organisasi IGI dan tidak menyaksikan betapa teman-teman member IGI yang berada di daerah begitu bersemangat, rela hati berbagi dan tumbuh bersama untuk menjadi pribadi-pribadi yang lebih berkompeten sebagai guru, mungkin penulis pun akan enggan untuk berkeliling ke pelosok-pelosok Indonesia. Penulis tidak perlu repot-repot meninggalkan keluarga pada hari yang seharusnya penulis berkumpul dengan mereka. Penulis juga tidak perlu susah-susah menciptakan aplikasi dan berbagi kemampuan literasi dengan Metode Menemu Baling misalnya. Tetapi ini benar-benar luar biasa, penulis begitu terharu mendapat sambutan yang istimewa di berbagai pelosok Indonesia. Banyak member IGI yang sebelumnya tidak pernah penulis temui tetapi begitu kita saling berjumpa maka rasanya kita seperti terikat dalam tali persaudaraan yang sudah mengakar lama.

Ambil contoh misalnya ketika penulis berkunjung ke Kalimantan Timur. Perjalanan dari Balikpapan ke Samarinda dan Samarinda ke Bontang, semuanya ditanggung oleh Mas Sigit Siglayan. Saudara terkasih penulis ini adalah ketua IGI Kaltim. Segala akomodasi penulis dan Gusti Surian, bendahara umum IGI yang juga saudara penulis, ditanggung oleh Mas Sigit secara pribadi. Bahkan Mas Sigit rela hati menjadi driver kami. Padahal dalam perjalanan tengah malam itu di tengah hutan kami harus berhenti beberapa kali,. Itu semua karena mendadak kondisi kendaraan suhunya sangat tinggi. Dalam keadaan mesin yang sangat panas tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan segera. Mesin harus didinginkan dulu setiap kali mengalami over heat. Keadaan justeru bisa gawat kalau mesin semakin panas dan kita tetap berjalan dengan nekat. Untunglah dengan sedikit bersabar akhirnya rombongan bisa sampai di tujuan dengan selamat.

Saudara dari Jauh
Ketika sedang mengisi kegiatan di kota Bontang, tiba-tiba seseorang yang saya tidak kenal betul datang. Namanya memang sangat familiar tetapi bertemu wajah secara jelas mungkin baru kali itu. Member IGI itu mau menawarkan kendaraan antar jemput dari Bontang ke Balikpapan. Ternyata dia adalah Mas Sismanto, saudara penulis dari jauh yang pernah menjadi peserta TOT literasi produksi berbasis IT di Surabaya yang penulis menjadi salah satu narasumbernya.

Ngopi di senja hari bersama Mas Sismanto

Tawaran awal yang disampaikan oleh Mas Sismanto terpaksa berani penulis tolak. Pengurus IGI Kutai Timur yang sudah menganggap penulis sebagai saudara sendiri ini bisa memaklumi. Hal itu karena penulis sudah menjanjikan untuk naik tumpangan yang diberikan oleh saudara penulis yang lain. Mereka adalah para guru di Bontang seperti mas Jamaludin, mas Fardi, mbak Anugerah, dll.

Lalu pada minggu berikutnya ketika penulis diundang lagi ke Kaltim, dia tawarkan lagi antar jemput dari Balikpapan ke Sangatta, Kutai Timur, dan sebaliknya. Kali ini penulis tidak menolak. Mas Sismanto menyediakan salah satu kendaraan yang biasa digunakan untuk operasional travel Banyu Mili yang dimilikinya khusus untuk menjemput sekjen dan mengantarkan ke tujuan yang diminta oleh sekjen.

Penulis merasa memang harus bertemu dengan Mas Siswanto ini di rumahnya. Rasa trenyuh bergelayut di dada penulis. Betapa tidak, walaupun anaknya sedang menjalani operasi di rumah sakit di kota Balikpapan yang jauhnya 6 sampai 7 jam perjalanan dari Sangatta, tetapi ia masih rela hati sementara kembali ke kampung halaman. Dia bersama saudara-audaranya sesama member IGI harus mengurusi organisasi agar acara seminar nasional yang dihadiri 1200 orang yang disambung dengan workshop selama 2 hari setelahnya bisa berjalan dengan sukses.

Yang lebih membuat penulis terharu adalah Mas susmanto bahkan memberikan tumpangan tempat sebagai guru saudara sekaligus makan minum sepuasnya kepada penulis. Maka saya memandang ini adalah sesuatu yang luar biasa. Menjadi member IGI berarti tidak ada kata mementingkan diri sendiri. Yang ada adalah mementingkan diri saudara sesama member IGI. Sifat seperti inilah yang harus terus ditumbuh kembangkan bersama di dalam organisasi profesi IGI.

Banyak Saudara Banyak Rejeki
Sejak menjadi member IGI, terlebih selama mengabdikan diri sebagai Sekjen penulis merasa betapa Indonesia yang begitu luas ini ternyata tempat yang sangat terjangkau karena penulis memiliki saudara-saudara yang berada di setiap provinsi. Ada banyak saudara-saudara penulis di IGI yang jasanya begitu besar kepada penulis melalui organisasi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Mereka berada di seantero Indonesia. Sebagian mereka sama sekali belum pernah bertemu dengan penulis, tetapi jauh di lubuk hati penulis mengakui mereka sebagai para saudara yang wajib untuk dilayani dan dimuliakan. Banyaknya saudara penulis di seluruh tanah air berarti banyaknya rejeki bagi penulis. Rejeki jangan selalu diidentikan dengan uang atau harta benda. Tetapi kesehatan, silaturahmi, panjang umur, kemampuan untuk menjaring Ilham, memunculkan gagasan-gagasan, dan menciptakan kreasi-kreasi, lalu membaginya kepada sesama member IGI dan sesama umat manusia itu adalah tambahan rezeki yang luar biasa bagi penulis.

Demukian pula dalam perjalanan dua kali ke Kalimantan Timur dua minggu ini, penulis tidak bisa tidak harus memberikan apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya kepada saudara-saudara penulis yang sudah memberikan pelayanan  terbaik mereka.  Penulis benar-benar merasa sangat dimuliakan. Mereka di antaranya seperti Mas Herman, Mas Soemarno, Mas Sutopo Gasif, Mas Agus, Mas Fardi, Mas Muri, Mas Jamaludin, Mas Ridwansyah, Mas Bejo, mbak Hajah Alaikum, dan lain-lain yang tidak bisa saya sebut namanya satu persatu.

Mereka telah membuktikan kemuliaan tangan di atas dengan melayani yang terbaik untuk saudaranya yang datang dari jauh. Semoga keberkahan, keberlimpahan, kesejahteraan, kesehatan, kemuliaan, dan kesuksesan dunia dan akhirat dikaruniakan kepada saudara-saudara penulis sekalian yang berada di dalam wadah Ikatan Guru Indonesia.

Salam Menemu Baling!

MRT
#menemubalinglah5menit
(dibuat sambil menunggu ibunya anak-anak berbelanja)

Comments

comments

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini