Rusa di atas Piring

(Menulis itu sangat mudah, maka Menemu Balinglah)

0
3022

Ada yang pernah melihat rusa? Mungkin jika rusa itu di kebun binatang atau di tempat penangkaran, itu sudah biasa. Tetapi bagaimana juga rusa itu berada di atas piring? Bukan sebagai rusa hidup, tetapi sudah dipotong potong dagingnya, ditusuk, dibumbui, dan dibakar menjadi sate rusa. Ada yang pernah makan sate rusa?

Di Samarinda ada sebuah kedai yang khusus menjual sate rusa. Saya sempat bertanya-tanya. Betulkah yang dijual benar-benar sate rusa? Bukankah rusa itu binatang yang dilindungi dan sekarang sudah semakin langka? Jangan-jangan yang dijual itu adalah sate kambing yang diatasnamakan sebagai sate nusa.

Rusa di atas piring

Karena penasaran saya ikut saja diajak oleh ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kaltim, Mas Sigit Sigalayan untuk menuju ke satu-satunya kedai yang menjual sate rusa di Samarinda. Begitu selesai mengisi kegiatan seminar tentang Metode Menemu Baling atau menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga di kantor gubernur Provinsi Kalimantan Timur, kami segera meluncur ke TKP.

Semula saya menduga Mas Sigit ini hanya bergurau dengan tawarannya untuk menikmati sate rusa. Jadi meskipun penasaran saya berusaha cuek saja. Tetapi setelah beberapa kali dia melakukan pembicaraan dengan tema sate rusa, saya jadi mulai berpikir bahwa ini adalah tawaran yang serius. Maka dari yang semula saya hanya cuek saja kemudian berubah menjadi ingin mencoba. Maka tanpa sungkan akhirnya saya menagih kepada mas Sigit untuk membawa saya ke lokasi kedai penjual sate rusa.

Di rumah Mas Sigit Sigalayan (paling kiri)

Begitu sampai di lokasi kedai, saya melihat dengan mata kepala sendiri papan nama kedai menyebut hidangan sate rusa. Antara percaya dan tidak saya turun dan segera bertanya kepada salah satu karyawan yang bekerja di sana, apakah tempat itu benar-benar menjual sate rusa. Jawabannya adalah iya. Antara kaget dan setengah tidak percaya saya segera mengajak masuk ke teman-teman yang lain ke dalam kedai. Ini luar biasa, pikir saya. Kami akan segera mengkonsumsi daging binatang yang dilindungi dan sudah langka.

Ada terbersit rasa sedikit bersalah dan rasa tidak pantas karena saya sepertinya mendukung sebuah usaha yang sebenarnya melanggar hukum. Tetapi kemudian saya menghibur diri dengan berpikir dan berkata pada diri sendiri. Kalau memang dilarang, mengapa pedagangnya tidak ditangkap saja? Mengapa pedagang tersebut dibiarkan terang-terangan berjualan sate rusa? Toh yang dijual adalah daging rusa yang diburu oleh penduduk pedalaman. Jika tidak ada yang membeli, lalu dapat penghasilan dari mana penduduk pedalaman itu?

Akhirnya saya sampai kepada simpulan bahwa karena berdagang sate rusa tidak dilarang di Samarinda. Jadi apa yang kami lakukan adalah sah-sah saja. Meskipun hati nurani tetap saja tidak enak, tetapi setidaknya itulah cara efektif untuk menghibur diri sendiri. Jujur, Anda mungkin saja pernah mengalami apa yang saya alami. Ketika situasi memaksa kita untuk mengambil keputusan mendesak maka keputusan harus diambil. Qui Sierra Sierra, everything wil be will be. Terjadilah apa yang akan terjadi. Maka keputusan nya adalah hari itu kami tetap akan mencoba mencicipisate daging rusa.

Tampaknya Mas Sigit sudah sering mengajak tamu-tamu dari luar untuk mampir ke warung tersebut. Ini bisa dilihat dari keakraban dia dengan pemilik kedai sate rusa. Pak Haji ini sudah cukup berusia. Konon kabarnya dia adalah seorang tuan tanah yang kaya raya. Barangkali karena barang dagangannya yang unik dan hanya dia satu-satunya yang berjualan di sana. Jadi hasilnya cukup lumayan untuk dijadikan modal pengembangan usaha lainnya.

Sebagai ujicoba, kami memesan dua porsi sate rusa. Per porsi 10 tusuk harganya Rp30.000. Ini jauh lebih rendah daripada harga sate kambing Pak Widodo di kampung saya, Sampangan Semarang, yang satu porsinya sekarang sudah Rp50.000. Ini luar biasa! Langka tapi murah. Benar-benar tidak ada duanya

Begitu dua porsi sate rusa terhidang untuk empat orang kami cepat-cepat menyantapnya. Empat orang tersebut adalah saya, Gusti Surian yang Bendum IGI, Suwarno yang Ketua IGI Kutai Kertanegara, dan Sigit Sigalayan. Ternyata tekstur daging rusa lebih lembut daripada daging kambing. Jika daging kambing memiliki bau khas agak prengus, maka daging rusa ini tidak berbau sama sekali. Ada yang mengatakan bahwa daging rusa tidak seperti daging kambing yang menyebabkan tekanan darah tinggi. Daging rusa itu rendah kolesterol dan tidak berefek kepada tekanan darah sama sekali. Dan yang paling penting adalah rasanya yang sungguh mak nyuss. Lezat sekali!

Batin saya, sayang sambal yang digunakan adalah sambal kacang. Seandainya sambalnya adalah sambal kecap cabe rawit dan bawah merah dengan taburan merica bubuk, wow betapa sempurnanya kelezatan itu. Tetapi masing-masing daerah memang memiliki cara sendiri untuk menyajikan menu masakannya. Kelezatan mungkin tidak sempurna, tetapi tetap membuat kami ketagihan. Maka kami memutuskan untuk memesan lagi dua porsi sate rusa pada ronde kedua.

Jika anda ke Balikpapan sempatkanlah untuk mampir ke kedai sate rusa. Mumpung berjualan sate rusa hasil buruan belum dilarang oleh penguasa. Tapi saya sarankan cukup sekali saja. Karena rusa memang harus dijaga kelestariannya. Mampir cukup sekali tetapi rasa penasaran menjadi terobati.

Terima kasih saya sampaikan kepada ketua IGI Kalimantan Timur, Mas Sigit Sigalayan yang yang sudah memuaskan rasa penasaran. Terima kasih juga atas kesetiaannya menemani kami para pengurus pusat IGI dengan menjadi driver selama 5 jam perjalanan menuju ke Kota Bontang. Meskipun di tengah perjalanan mobil harus berhenti beberapa kali di tengah hutan karena suhu mobil yang meninggi, dan juga karena ada sebagian penumpang yang mabuk darat karena kondisi kelelahan, tetapi itu tidak menyurutkan langkah IGI Kalimantan Timur untuk terus bergerak membuat perubahan. Bravo IGI Kaltim!

Salam pergerakan pendidikan!
MRT
#menemubalinglah5menit#

Comments

comments

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini