Tag Archives: Mampuono

MAPEL BARU INFORMATIKA, SULITKAH?

#menemubaling

Nasib mata pelajaran (mapel) TIK yang selama ini terpaksa “dilengserkan”  posisinya dari dalam kurikulum 2013 mulai menemui titik terang. Polemik hilangnya materi pelajaran yang diampu oleh banyak guru dan menyebabkan mereka terpaksa ‘non job” karena tugasnya berubah menjadi guru BK TIK sebentar lagi mudah-mudahan akan segera terselesaikan.

Seingat saya, mapel TIK yang dulu seolah tiba-tiba muncul dan kemudian tiba-tiba menghilang itu menurut sejarahnya, ada lalu tiada, semus karena kebutuhan yang menyesuaikan perubahan jaman. Pada tahun 2006 ketika pemerintah meluncurkan kurikulum yang bernama KTSP 2006, kita memiliki kebutuhan tinggi agar secepatnya bisa mengoperasikan alat-alat digital, terutama komputer dan laptop. Oleh karenanya secepatnya para siswa harus disiapkan untuk bisa menguasai itu semua. Mau tidak mau kurikulumlah yang dapat menjadi alat yang paling efektif untuk membelajarkan masyarakat melalui para siswa di sekolah. Ini karena nantinya merekalah yang akan jadi anggota masyarakat.

Saat itu, orang dianggap perlu belajar teori-teori tentang apa itu komputer, sejarahnya, bagian-bagiannya, dan cara mengoperasikannya. Bahkan konten pembelajaran berisi sampai pada nama komponen-komponen dari komputer dan bagaimana cara menghidupkan dan mematikannya. Maka muncullah mapel TIK yang dianggap sangat penting dan unggulan saat itu.

Dunia yang begitu cepat berubah dan kompetensi digital masyarakat yang terus meningkat menyebabkan mapel TIK yang dianggap hanya berisi kemampuan “penjet tombol” itu harus rela untuk “lengser keprabon”. Orang dianggap tidak lagi butuh kursus-kursus komputer dasar seperti menghidupkan dan mematikan komputer, menghubungkannya dengan sound, system atau LCD, serta mengoperasikan software-software office sebagai ganti menulis di mesin ketik dan membuat presentasi presentasi sederhana pengganti OHP.

Semakin kesini orang menjadi semakin familiar dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan komputer dengan segala macam operasi digitalnya. Maka dengan sendirinya pembelajaran komputer di sekolah yang disebut sebagai mapel TIK itu dengan resmi dihapuskan dari kurikulum 2013. Ini karena mapel TIK dianggap tidak lagi memberikan kontribusi yang cukup bagi perkembangan literasi digital para siswa sesuai tuntutan zaman.

Di era revolusi industri 4.0 ini ( https://m.merdeka.com/peristiwa/hadapi-revolusi-industri-40-mendikbud-akan-rancang-ulang-kurikulum.html
Hadapi Revolusi Industri 4.0, Mendikbud akan rancang ulang …)
kompetensi untuk berinteraksi dengan cyber system menuntut para pendidik untuk mempersiapkan anak didiknya berhadapan dengan dunia digital yang semakin rumit. Jika yang digunakan adalah mapel TIK paradigma lama, sudah dipastikan hasilnya akan sulit diharapkan.

Di era revolusi industri 4.0 ini para lulusan nantinya diharapkan bukan hanya menjadi pemakai teknologi informasi produk orang lain, tetapi mereka harus menjadi lebih produktif. Mereka harus bisa menghasilkan sendiri produk produk teknologi informasi mereka sendiri, bahkan menghasilkan temuan-temuan baru di bidang itu. Contoh mudahnya, pendidikan ketika kita harus bisa menghasilkan Nadiem Makarim -Nadiem Makarim (pendiri GOJEK) baru sebanyak mungkin sebagaimana Amerika Serikat menghasilkan Mark Zuckerberg pendiri Facebook atau Larry Page pendiri Google dan banyak lagi yang lainnya.

Terobosan Kemendikbud dalam memunculkan mapel INFORMATIKA ini patut diacungi jempol. Konten dari Mapel Informatika sebagai wujud mapel TIK masa kini adalah materi STEM-C (Science Technology Engineering Mathematics and Computational Thinking). Dengan mapel ini para siswa diajak untuk belajar tentang STEM Dan memulai berpikir terkomputerisasi yang terstruktur dan algiritmik. Dengan sendirinya mereka terbiasa berpikir orde tinggi (HOTS) sejak sedini mungkin dan ini sangat inline dengan Kurikulum 2013. Dengan STEM-C ini anak akan berinteraksi dengan computer science dan digital art mulai usia dini dengan cara-cara khusus yang mereka mudah memahaminya.

Saya dengan sponsor dari Eduspec tiga tahun lalu pernah belajar STEM and Computational Thinking selama seminggu. Pelatih kami adalah para mentor dari Singapura dan Malaysia, dua negara tetangga kita yang sudah mulai menerapkan STEM-C dalam sistem pendidikan mereka sejak beberapa tahun sebelumnya. Mereka mendapatkan ilmu mereka dari Amerika Serikat.

Ternyata belajar tentang STEM-C ini kurang lebih sama dengan belajar ilmu-ilmu yang lain. Beberapa rekan guru dan pengawas terlihat apriori dengan munculnya mapel INFORMATIKA ini. Belum terbiasanya mereka dengan penggunaan istilah programming, coding, algoritma, artifisial intelijen, robotik, cyber sistem, dan lain-lain menyebabkan mereka cenderung berpikir bahwa mapel ini akan sulit dan merepotkan saja.

Pada tulisan ini saya akan sedikit berbagi tentang pengalaman dalam mengimplementasikan STEM-C kepada anak-anak usia SD dan SMP yang ternyata membuat saya justeru berbesar hati. Pembelajaran coding yang dipermudah dengan coding semu (pseudocoding) pada awal pengenalan ternyata bisa dipelajari anak-anak dengan sangat menyenangkan. Mereka tinggal melakukan drag and drop untuk menuangkan gagasannya dalam coding setelah diajarkan tentang berpikir terstruktur dan algoritmik.

Pengalaman pertama mengimplementasikan STEM-C untuk anak-anak saya peroleh tiga tahun lalu. Waktu itu selesai mendapatkan pelatihan STEM-C di Jakarta tahun 2015, ilmunya segera saya ujicobakan untuk anak ketiga saya yang masih berumur 7 tahun. Davin, nama anak saya itu, dan ia baru lepas dari TK saat itu.

Sebagaimana anak-anak lain yang juga lahir sebagai digital natives, di usianya yang masih belia Davin terbiasa dengan peralatan digital seperti HP, tablet, dan komputer. Tetapi sesungguhnya ia anak yang biasa saja seperti anak-anak yang lain. Ia bukan sebagai anak yang memiliki kecerdasan sangat menonjol. Ia sangat suka dengan gambar dan gambar bergerak (animasi) di dalam layar digital.

Setelah saya ajari sambil bermain-main, dia ternyata bisa menerima materi STEM-C yang saya sampaikan dengan software Scratch. Software ini biasa digunakan untuk mengajarkan STEM-C di negara-negara maju yang sudah mengimplementasikannya.

Yang membuat saya berbesar hati, ternyata ia tidak mengalami banyak kesulitan tetapi justru menyukainya. Setelah tahu operasi-operasi dasar pseudocoding seringkali ia berinisiatif sendiri untuk membuka laptop dan membuat animasi dengan menggunakan perintah perintah logo dengan drag and drop di dalam aplikasi tersebut.

Saat itu hasil-hasil animasi terstruktur karya Davin bisa membuat siapapun berdecak kagum, termasuk saya sebagai orang tuanya yang tidak mengira bahwa ternyata computational thinking itu bisa menyentuh semua usia dan anak-anak normal dengan kemampuan biasa. Hasil karyanya sering saya tampilkan saat mengisi workshop atau seminar.

Pengalaman kedua adalah ketika saya bersama seorang rekan pelatih membimbing dua tim siswa kelas 7 SMP Al-Azhar Banyumanik Semarang untuk mengikuti lomba Augmented Reality dan Game Development tingkat ASEAN yang diselenggarakan oleh SEAMEO. Mereka masih berusia 13 tahun dan ternyata harus berhadapan dengan masing-masing 300 tim dari berbagai negara ASEAN yang usianya antara 13 sampai 19 tahun. Ini artinya mereka harus bersaing dengan sesama anak SMP, SLTA dan bahkan mahasiswa perguruan tinggi.

Keinginan pihak sekolah yang besar untuk mengujicoba kemampuan siswanya dikancah ASEAN menyebabkan mereka sangat bersemangat untuk mendatangkan pelatih dan membina dua tim tersebut. Kesungguhan para anggota tim untuk belajar dalam waktu singkat dan menguasai skill untuk membuat Game Edukasi dan Augmented Reality memang membuat kami berdecak kagum.

Ternyata dari mulai membuat karakter game dan objek-objek 3D ( tiga dimensi) sampai memberikan perintah dengan menggunakan pseudocoding, baik untuk game edukasi maupun Augmented Reality, anak-anak yang menjadi anggota tim tidak mengalami banyak kesulitan berarti. Bahkan mereka dengan senang hati bekerja dibawah deadline waktu yang sangat mepet untuk menyelesaikan karyanya. Software yang digunakan adalah Construct 2, Blender dan Unity 3D yang semuanya versi tidak berbayar.

Mereka masih berusia 13 tahun dan kedua tim yang masing-masing terdiri dari 3 orang tersebut ternyata bisa masuk ke final dan bersaing dengan para siswa SMK jurusan rekayasa perangkat lunak dan mahasiswa D3 Politeknik. Walaupun hasil akhirnya kedua tim hanya berhasil menjadi satu-satunya tim SMP yang berada di posisi 7 besar dan 13 besar ASEAN di antara tim finalis lain yang berasal dari SLTA dan perguruan tinggi, tetapi setidaknya para siswa SMP yang notabene usianya masih sangat belia ternyata tidak mengalami kesulitan yang berarti untuk belajar STEM-C.

Inilah yang menyebabkan saya sangat optimis bahwa mapel INFORMATIKA nantinya akan menjadi jalan keluar yang baik untuk kita. Tidak hanya tentang para guru TIK yang akhirnya bisa mendapatkan pekerjaan mereka lagi, tetapi juga tentang bagaimana anak-anak kita bisa berpikir pada level HOTS, menjadi warga dunia yang sangat melek secara digital, sekaligus menjadi bangsa yang produktif dari sisi teknologi informasi yang tidak kalah dengan bangsa-bangsa yang lain.

Untuk itu, guru TIK sekarang (baca INFORMATIKA) paradigma berpikirnya juga harus *disesuaikan*. Mapel TIK yang baru bukan lagi mata pelajaran *”penjet tombol”* tetapi adalah tentang ilmu komputer dengan segala perniknya. Jangan sampai mapel informatikanya dahsyat tetapi gurunya justru ketinggalan satu abad. Karena belum-belum sudah ada yang merasa kesulitan. Jangan ya 😍. Pelatihan yang sungguh-sungguh untuk meningkatkan kompetensi guru TIK ataupun guru lain yang diberi tugas mengajarkan mapel Informatika ini mutlak diperlukan yang sekaligus terukur dan terkontrol.

Untuk menyambut datangnya “anak kandung” baru Kurikulum di era revolusi industri 4. 0 yang bernama INFORMATIKA ini Ikatan Guru Indonesia (IGI) sedang menyiapkan sebuah kanal pelatihan baru yang bernama SAGUMACO atau Satu Guru Mahir Coding. Semoga langkah ini bisa mewarnai indahnya peningkatan kompetensi para guru Indonesia di bidang teknologi informasi.

Salam INFORMATIKA!

Mampuono
Sekjen IGI

===========================
Semarang, 5 Agustus 2018 09.00WIB. Ditulis dengan metode Menemu Baling, menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga.

MENEMU BALING DI NEGERI PENGHASIL SUSU KUDA LIAR

Oleh: Mampuono
# orang literat menemu baling

Ikatan guru Indonesia Nusa Tenggara Barat menyelenggarakan sebuah kegiatan untuk peningkatan literasi para guru dan masyarakat umum di wilayah tersebut pada hari Sabtu, 24 Februari 2018. Acara tersebut bertajuk workshop Menemu Baling dan diikuti oleh 60 peserta dari berbagai kalangan. Sebagian besar adalah para guru dan sisanya adalah mahasiswa, dosen, pejabat, dan wartawan.

Acara diselenggarakan di ruang pertemuan Hotel Fizz lantai 3 yang berada di Kota Mataram. Di dalam ruang pertemuan berukuran 10 x 12 meter yang didalamnya berisi tempat duduk yang didominasi cover warna hijau tersebut kegiatan workshop berlangsung penuh gairah. Kegiatan sedianya akan berlangsung dari pukul 14.30 sampai 16.30. Namun, besarnya antusiasme peserta dari negeri penghasil susu kuda liar itu membuat sesi tanya jawab berlangsung lebih panjang, sehingga akhirnya kegiatan ditutup oleh ketua IGI NTB, Ermawati, pada pukul 17.30.

Peserta berasal dari kabupaten-kabupaten di NTB, terutama yang berada di kota Mataram dan sekitarnya. Beberapa di antaranya berasal dari Lombok Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Utara, Sumbawa dan yang terjauh berasal dari kota Bima yang menyeberang selat dan perjalanannya harus menggunakan feri, kapal cepat, atau penerbangan udara.

Seperti telur yang pecah cangkangnya dari dalam, karena janin burung di dalamnya sudah tumbuh menjadi lebih kuat, guru-guru ini datang mengikuti workshop karena semangat dari dalam yang mereka miliki untuk menjadi lebih baik dan semakin maju di dalam berliterasi.

Narasumber tunggal kegiatan tersebut adalah Mampuono yang juga merupakan founder metode Menemu Baling. Menurut Mampuono, metode tersebut sangat efektif untuk mengubah budaya tutur dan simak menjadi budaya tulis dan baca. Semuanya dibuktikan ketika para peserta berhasil melakukan instalasi software Menemu Baling yang sudah di-share free di Google Play Store yang diikuti dengan setting tertentu agar kegiatan menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga tersebut berlangsung dengan sukses.

Mampuono sedang in action

Banyak peserta yang merespon positif kegiatan tersebut dan mereka tertarik untuk menulis buku mereka sendiri dengan lebih mudah sekaligus juga membaca sebanyak mungkin untuk memperbaiki tingkat literasi serta menambah khasanah pengetahuan dengan menggunakan metode tersebut.

Pada kegiatan tersebut sebagian peserta menghendaki untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang Menemu Baling dengan mengakses buku tentang metode tersebut yang sudah ditulis oleh Mampuono. Buku tersebut berjudul Metode Menemu Baling: Merevolusi Budaya Tutur dan Simak Menjadi Budaya Tulis dan Baca. Sebagian juga menghendaki untuk memiliki buku yang berjudul Sembilan Rahasia Guru Menulis Buku dalam 5 Hari dengan Metode Menemu Baling. Buku yang diselesaikan dalam 5 hari tersebut menjadi bukti nyata keefektifan metode tersebut.

Buku wajib mahir Menemu Baling

Harapannya dengan berlangsungnya workshop tersebut kompetensi para guru di NTB dan masyarakat pada umumnya didalam berliterasi semakin meningkat pesat. Dengan demikian pada gilirannya nanti seluruh komponen bangsa akan turut terangkat kemampuannya dalam berinteraksi.
______________________________________________
Semarang 26 Februari 2018, ditulis dengan metode Menemu Baling, menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga pada kecepatan 60 km per jam dalam perjalanan dari Sampangan menuju Banyumanik.

PEMECAHAN REKOR MURI MENULIS DENGAN METODE MENEMU BALING DAN PENINGKATAN JENJANG IGI-ers DULU DAN SEKARANG

Oleh: Mampuono
#menemubaling

Dalam rangka menggerakkan literasi Indonesia, Ikatan Guru Indonesia (IGI) menyelenggarakan sebuah kegiatan Pemecahan Rekor MURI sebagai momentum untuk bergerak total di awal tahun 2018. Kegiatan dengan ketua panitia Wulan, Ketua IGI Kota Bogor, ini mengambil tema Pemecahan Rekor MURI Guru Menulis dalam Jumlah Terbanyak dengan Metode Menemu Baling. Metode yang diciptakan oleh Mampuono itu kepanjangannya  metode menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga.

Suasana sebelum pemecahan rekor Muri di Aceh

Kegiatan pemecahan rekor pada Minggu 7 Januari 2018 pukul 09.50-11.50 WIB itu berlangsung lancar. Kegiatan dilaksanakan dalam bentuk offline dan online. Peserta offline berada di ruang Graha Utama di lantai 3 Gedung A Kemendikbud sedangkan beserta online berada di beberapa titik di berbagai tempat di Indonesia. Tempat-tempat tersebut adalah Surabaya, Gresik, Karanganyar, Tanah Bumbu, Padang, Aceh Timur, Kalimantan Barat, dan Jogjakarta.

Euforia setelah pemecahan rekor di P4TK matematika Yogyakarta

Tercatat ada 527 peserta bergabung untuk memecahkan rekor menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga tersebut. Peserta offline sebanyak 137 orang dan Sisanya adalah peserta online. Pelaksanaan pemecahan rekor dilakukan selama dua jam. Ilyas, guru Jogjakarta yang menjadi pemandu acara mengajak serta seluruh Indonesia melakukan countdown 10 hitungan diawal dan diakhir pelaksanaan. Sorak sorai bergemuruh ketika waktu untuk menulis berakhir. Peserta yang belum sempat mengirim email hasil menemu baling diberi kesempatan untuk mengumpulkan karya 5 menit setelah event ditutup.

Persiapan pemecahan rekor Muri di Surabaya

Memanfaatkan jeda waktu 5 menit tersebut ketua umum IGI, Muhammad Ramli Rahim kemudian memberikan sambutannya. Dia menginginkan agar pemecahan rekor MURI terus menerus dilakukan oleh IGI untuk menandingi prestasi sebelumnya. Muhammad juga mengapresiasi kehadiran kepala P4TK Matematika, Dr. Daswatia yang mendukung gerakan yang sudah dilakukan IGI untuk menyebarluaskan literasi.

Kepala P4TK Matematika Ibu Daswatia yang berkenan hadir untuk turut serta dalam pemecahan rekor Muri sebagai bentuk dukungan kepada gerakan literasi yang digelorakan oleh IGI.

Tulisan hasil karya peserta dibagi dalam 5 kelompok besar yaitu opini, cerpen, fitur , puisi, dan kisah. Panitia sudah menyediakan lima alamat email untuk dijadikan sebagai penampungan terhadap lima jenis karya tersebut. Mira, Heppi, dan Faizin bertugas mengelola naskah yang terkumpul untuk dijadikan sebagai buku.

Suasana ketika video conference pemecahan rekor Muri sedang berlangsung.

Dari seluruh guru yang terlibat menulis dengan metode Menemu Baling itu, 436 karya mereka dinyatakan sah oleh Notaris yang mewakili pihak MURI. Tampaknya ada cukup banyak peserta yang kesulitan mengirimkan karya dan baru terkirim setelah jeda 5 menit tambahan waktu tersebut. Itu mungkin karena koneksitas internet yang tidak terlalu memadai.

Notaris yang menjadi perwakilan direksi Museum Rekor Indonesia segera membacakan keputusannya. Pemecahan rekor MURI dinyatakan sah pada pukul 12.00 tepat. Notaris segera menyerahkan piagam rekor MURI secara simbolik kepada ketua IGI. Acara tersebut diliput langsung oleh beberapa surat kabar nasional dan Jakarta TV. Pemecahan Rekor tersebut diharapkan bisa menjadi pemicu semangat bagi IGI-ers di seluruh Indonesia untuk bangkit dan bergerak lebih cepat. Apalagi acara ini adalah acara penutup dari 3 hari rangkaian acara Temu Pelatih Nasional IGI.

Uniknya, di gedung yang sama dan ruang yang sama pula pada tahun 2010 sejumlah 300 IGI-ers seluruh Indonesia pernah berkumpul, tetapi mereka masih anggota biasa. Sedangkan pada waktu sekarang 350 IGI-ers yang datang adalah para pelatih nasional. Waktu 7 tahun rupanya menjadi pergerakan yang pasti dan meyakinkan kita semua bahwa bersama IGI guru-guru Indonesia telah meningkatkan level kompetensi SECARA SIGNIFIKAN. Semoga target satu juta guru terlatih oleh IGI pada tahun 2018 ini bisa terwujud nyata untuk semakin baiknya kondisi bangsa.

_________________________________________________
Tangerang Selatan 07 01 2018 21.00 WIB
Ditulis di Kompleks Seamolec dengan metode Menemu Baling, menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga

DARI BUMIJAWA: GENERASI EMAS SEINDAH MAWAR MEREKAH, MUNGKINKAH?

Oleh: Mampuono
#menemubaling

Perjalanan sejak subuh tadi dari Semarang hingga ke lembah yang indah ini membutuhkan waktu 4 jam setengah. Aku hanya sempat beristirahat sebentar untuk mencari sarapan di Bumijawa. Sebuah kota kecamatan yang berada di ujung baratdaya kabupaten Tegal. Seperti seorang tamu agung, kepala sekolah, kepala UPTD, para pengawas, dan para guru dengan khidmat menyambutku. Secepatnya aku selesaikan tugasku di SD kedua di Desa Cempaka itu. Melakukan Monitoring dan Evaluasi Bantah ( bantuan pemerintah) Kurikulum 2013.

Kebetulan, pada saat yang sama sedang ada pelatihan penilaian Kurikulum 2013. Pesertanya adalah guru-guru di kecamatan itu. Rupanya kedatanganku dianggap tidak boleh disia-siakan. Seperti biasa, sebagaimana di tempat-tempat yang lain, mereka meminta waktuku untuk berbagi dan memotivasi.

Kuajak guru-guru untuk lebih bersemangat lagi, terus belajar hal-hal yang baru agar tercipta generasi emas negeri ini. Generasi yang jika diibaratkan sebagai bunga mawar adalah bunga mawar yang sedang sempurna merah merekah. Yang keindahannya akan mengagumkan siapa saja yang melihatnya. Yang harumnya membuat siapa saja yang menghirup aromanya terpana selamanya. Tetapi tajam durinya akan menghunjam siapa saja yang mencoba mengganggunya.

Bagaimana kita akan bisa menciptakan generasi emas? Untuk itu setiap guru harus memiliki bekal untuk menguasai 4 sehat 5 sempurna dalam implementasi Kurikulum 2013. Pendekatan saintifik, literasi, pembelajaran abad 21, dan pengembangan pendidikan karakter yang disempurnakan dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Guru harus menjadi model. Maka gurulah yang harus mempraktekkan 4 sehat 5 sempurna tersebut, sebelum menginginkan muridnya bisa mempraktekkannya

Tidak lupa Menemu Baling pun harus mereka kuasai. Aplikasi yang diciptakan oleh Ikatan Guru Indonesia tersebut akan sangat membantu mereka dalam berliterasi. Menemu baling adalah menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga. Aneh tapi nyata, tetapi mereka setuju untuk mencarinya di Google Playstore dan mengimplementasikannya.

Sungguh aku senantiasa merasa khawatir. Waktuku sangat terbatas. Ketika memberikan mereka motivasi, berkali-kali aku harus menengok ke arah alroji. Meskipun mereka berharap, bahkan setengah merengek, meminta tambahan waktu lagi, namun sejujurnya aku katakan bahwa keberadaanku di situ akan segera berakhir sesaat lagi. Mungkin akan ada kesempatan berjumpa lagi, tetapi bukan hari ini, barangkali esok hari.

Tepat pukul 10.30 secepatnya aku mengajak Pak Sumbadani, pengawas baik hati yang tadi pagi menjemputku, untuk beranjak pergi. Aku khawatir, waktu satu setengah jam bisa saja tidak cukup untuk sampai kembali ke stasiun Slawi. Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana jika ketinggalan kereta api dan menunggu waktu sampai habis maghrib nanti. aku yakin akan bisa memanfaatkannya dengan menemu baling. Tetapi, ah betapa menjemukannya.

Hujan mulai turun ketika kami menaiki bukit, meninggalkan lembah desa Cempaka itu. Pegunungan di sisi kiri kanan bukit dan lembah berlatar depan petak terasering sawah yang hijau kekuningan. Pemandangannya memberikan nuansa tersendiri. Halimun yang mulai turun dan hawa dingin yang mulai menyelimuti menambah harunya suasana hati. Jauh di lubuk hati aku bersyukur telah dilahirkan di negeri ini. Negeri yang sempurna yang digambarkan sebagai surga di dalam kitab suci.

Dingin masih menyerangku ketika aku tiba kembali di Bumijawa. Kumasukkan jari-jemari ke dalam jasku. Rinai yang terus tercurah dari langit seakan tiada pernah berhenti, menambah himpitan gundah di hati. Sesaat dalam perjalanan Pak Sumbadani berterus terang bahwa ternyata dia tidak kuasa jika harus mengantarku lagi. Beliau merasa sudah tua sementara kecepatan kendaraan yang dia kemudikan harus berkejaran dengan waktu. Sebagai solusinya, dia mengandalkan putranya untuk mengantarkan sahabat yang baru saja dikenalnya. Aku hanya mengangguk menyetujui usulnya.

Segera dihentikannya mobil Toyota itu. Di depan Sebuah rumah yang cukup megah dia turun. Rumah bercat putih di pinggir jalan di kota kecamatan Bumijawa itu bukanlah rumah siapa siapa. Penghuninya Adalah putra Pak Sumbadani yang nomor satu. Maka begitu melihat pintu rumah terbuka dia langsung memasukinya.

Sesaat aku menunggu. Sambil melihat suasana, kuperhatikan sekeliling. Rumah megah itu berdiri menghadap lembah. Di sekelilingnya terdapat pohon pohon tua milik perhutani. Ada pinus cengkeh dan tanaman keras lainnya. Karena letaknya yang berada di ketinggian, kabut dan hawa dingin setiap saat menyelimuti rumah itu. Tiba-tiba pandanganku terpaku. Kuperhatikan ada sesuatu yang sangat menarik di beranda rumah itu. Sambil menanti keluarnya yang empunya rumah bersama ayahnya, aku pun turun dari mobil itu. Aku mendekat ingin tahu.

Ah, ini sungguh sangat luar biasa. pemandangan yang jarang sekali ada. Pertama kali melihatnya, pandanganku terpesona, hatiku tertawan, jiwaku terpana, sukmaku bergelora. Serasa seribu ulat bulu merambat di sekujur tubuhku. Merinding aku menyaksikan keajaiban itu. Sungguh Maha Suci Allah, Tuhan Yang Maha Besar.

Betapa indahnya! Sungguh menawan hati. Tiga jumlahnya, semuanya merah darah merekah, menawarkan sumringah, meski rinai dan halimun tipis menyelimuti. Hmm, bukankah ini seperti yang aku ceritakan ketika menggambarkan generasi emas negeri ini tadi. Betapa luar biasanya.

Perlahan-lahan aku dekati kuntum mawar itu. Kupandangi indahnya. Aku hirup aroma wanginya. Kurasakan semangat kemudaan dan kecemerlangan dalam merahnya. Kuresapi kejelitaan dalam rekahan setiap kelopaknya. Aku kagumi titik-titik air rinai yang kini telah berhenti, sebagai mutiara yang menyelimuti bunga, daun, dan tiga cabangnya yang berduri. Tiada puas puasnya aku mengagumi ciptaan Tuhan, Sang Maha Indah, yang terpampang di depan mata ini.

Tidak terasa diri ini membayangkan betapa suatu ketika generasi emas yang bagaikan mawar merah merekah dari Bumijawa ini akan kita miliki. Generasi yang akan mempesonakan siapapun warga dunia karena kecemerlangannya. Generasi yang pintar, berbudi, bermartabat, dan sejahtera bahkan memimpin dunia. Generasi yang dihormati yang duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan generasi dari negara manapun di dunia ini. Generasi yang memiliki tingkat literasi bukan 10 besar dari belakang tetapi 10 besar dari depan.

Kita tentu menginginkan generasi seperti itu. Generasi yang tumbuh menjadi hebat karena peran besar dari kehebatan para gurunya. Semuanya bukanlah isapan jempol asalkan semua komponen bangsa ini rela berkorban. Syaratnya sederhana, setiap anak bangsa, ini tidak peduli guru atau profesi lainnya, harus merubah mindsetnya. Kembali kepada semangat mementingkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Dari semangat meminta minta atau tangan di bawah menjadi semangat memberi atau tangan di atas. Dari meminta dilayani menjadi pelayan setia negeri ini. Dari meminta diajari menjadi pembelajar mandiri yang justru mengajari, lalu berbagi untuk tumbuh bersama.

Terakhir mari kita senantiasa menanamkan quotes yang dipopulerkan oleh John F. Kennedy ini, “Jangan tanya apa yang kau dapat dari negerimu, tetapi tanyakan apa yang bisa kau berikan untuk negerimu.” Selamat merubah mindset dan semoga impian besar untuk menghasilkan generasi emas negeri ini suatu ketika benar-benar terjadi. Bahkan tidak lama lagi!

 

09112017 – 15.10 WIB. Stasiun Poncol Semarang. Ditulis dengan metode menemu baling, menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga.