HANYA LATIHAN 5 MENIT, KITA BISA MENJADI PENULIS EXPERT (LAPORAN SADAR CHANNEL 1 SEAMOLEC-IGI)

(Sesi Menemu Baling, Menulis dengan mulut, membaca dengan telinga di pagi hari. Sampangan, 22-12-2016)

0
2143
GOP
Siang tadi selepas dari kantor saya memenuhi janji kepada si bungsu untuk berkunjung ke desa. Sejak semalam dia demam karena radang tenggorokan. Maka selepas suntik meningitis saya sempatkan pulang sebentar untuk memeriksakan dia ke klinik 24 jam di dekat rumah. Saya berjanji bahwa jika dia mau istirahat dan kondisinya membaik maka saya akan membawanya ke desa. Rupanya dia sudah sangat rindu kepada sepupu-sepupunya, dan itu menjadi motivasi baginya untuk istirahat, minum obat, dan sembuh cepat sehingga sore hari kondisinya semakin baik. Dia memang sudah lama sekali ingin bisa berkunjung ke Bangetayu Kulon, desa kelahiran bapaknya, sejak kunjungan terakhir 70 hari yang lalu. Dan sore tadi keinginannya tercapai.
Dalam perjalanan ke desa itulah saya ditelepon pak Khairudin, guru hebat dari Aceh Timur bahwa acara webinar akan segera dimulai. Tepat jam 19.15 di Room nomor 671 361 931 sudah dibuka dan passwordnya adalah 12345. Saya masih harus menempuh perjalanan kira-kira sepeminuman teh lamanya (istilah yang dipakai Asmaraman Koo Ping Hoo, penulis cerita silat paling populer, untuk menggambarkan waktu sepanjang 15 menit) menuju lokasi.
Jam 18.40 WIB kita sudah sampai di desa Bangetayu Kulon, my motherland dengan keindahan pohon pisang, bambu, kelapa, dan siwalan.  Saya cepat-cepat memarkir kendaraan di halaman rumah salah satu kakak perempuan saya karena waktu magrib hampir habis. Saya mempunyai dua orang kakak perempuan. Yang satu namanya Nyukupi (meeting the shortage, mencukupi kekurangan) dan yang satunya lagi namanya Mikuwati (empowering, memberi kekuatan). Panggilan mereka mbak Upik dan mbak Miko. Selain kakak-kakak yang laki-laki, mereka adalah kakak-kakak yang baik hati yang selalu menyediakan rumahnya untuk ditempati apabila saya berkunjung ke desa bersama keluarga. Lagi pula mereka memiliki anak-anak laki-laki yang sebaya dengan anak-anak saya dan sepupu-sepupu anak-anak saya ini menjadi teman bermain yang mengasyikkan bagi mereka.
Rumah mbak Upik ini berada pada jarak kira-kira 50 meter di sebelah kanan dari rumah tempat kelahiran saya yang kini terpaksa kosong. Semua penghuninya lebih memilih untuk berpindah ke rumah baru yang mereka bangun masing-masing. Begitu kita turun dari mobil ternyata rumah kakak saya itu tertutup. Ada tiga orang anak yang sedang bermain di teras mereka adalah para sepupu anak saya. Begitu tahu kami yang datang, maka anak yang paling kecil, si Akbar, keponakan saya itu segera berteriak kegirangan dan memanggil-manggil ibunya dengan bergembira. Tampaknya anak-anak kecil ini juga merindukan teman bermain nya yang berasal dari kota. Kami pun dipersilahkan masuk dan cepat-cepat memanfaatkan waktu yang ada untuk melaksanakan shalat maghrib. Selepas maghrib an saya segera mempersiapkan diri di teras rumah untuk melakukan Webinar atau seminar online dengan tajuk Metode Menemu Baling, Menulis Hanya dalam Lima Menit.
Beberapa saat kemudian WhatsApp saya sudah dihubungi oleh pak Khaerudin bahwa meeting room di Webex kerjasama dengan Seamolec (thanks anyway Pak Gatot, pak Abi Sujak, mas Abe Susanto, dan seluruh kru Seamolec) sudah dibuka dan saya sudah ditunggu oleh banyak guru dari seluruh indonesia. Saya juga dihubungi oleh mbak Julaiha yang menjadi host pada kegiatan tersebut. Beliau adalah seorang guru matematika dahsyat dari Wonogiri yang selalu bersemangat untuk belajar terus hal-hal yang baru, mengembangkan diri, dan terus berkiprah untuk tumbuh bersama serta berbagi. Ketika memperkenalkan saya kepada audiens beliau mengatakan bahwa saya ini adalah guru keren di IGI. Saya pun mengatakan bahwa semua anggota IGI adalah keren. Ini untuk menunjukkan bahwa semua yang bergabung di IGI diliputi oleh semangat egalitarian, di mana antara satu IGI-er dengan yang lain memiliki motivasi untuk belajar dan berbagi dalam kondisi duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.
Acara Webinar berlangsung sangat seru. Terlebih lagi saya harus berpindah-pindah tempat mencari tempat yang tenang dan terang di rumah yang banyak anak kecilnya dan di desa yang rata-rata lampunya memang dipilih yang se-ekonomis mungkin. Yang tampak di lanyar adalah wajah saya separuh hitam dan separuh kecoklatan. Terlebih lagi memang kulit wajah saya gelap dan posisi saya sedang di tempat gelap. Saya berusaha membuat penampilan saya lebih baik dengan menyalakan lampu senter pada hp saya sementara saya memanfaatkan tablet Samsung A8 Sagusatab yang legendaris itu untuk memberikan materi.
Mula-mula room terdengar berisik karena hampir semua peserta yang hadir menyalakan mikrofonnya, tetapi atas permintaan host Julaiha, hanya pembicara saja yang boleh menyalakan mikrofonnya sehingga ruangan menjadi tenang. Sayapun memaparkan materi dari A sampai Z tentang bagaimana kita menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga sehingga dalam 5 menit kita bisa menghasilkan tulisan sepanjang 5 paragraf. Jika kita bisa menulis dengan kecepatan 3 kata per detik maka jumlah kata-kata setiap paragraf kira-kira ada180 kata. Dan total jumlah kata dalam lima paragraf itu kira-kira ada 900 kata. Tulisan yang ditulis dengan mulut tersebut nantinya bisa direvisi dan diedit untuk disusun menjadi sebuah karangan yang siap dipublikasikan. Dan tidak main-main, jika kita membiasakan diri menulis lima menit setiap hari maka dalam setahun kita bisa membuat buku setebal 1.000 halaman.
Bisa jadi karangan itu berbentuk narasi, deskripsi, prosedur, atau berita jurnalistik. Pokoknya kita mulai dari yang ringan ringan sejak dulu. Saya mengingatkan bahwa untuk mudahnya, menulis dengan menggunakan mulut dan membaca dengan menggunakan telinga ini kita menerapkan rumus 5w dan 1h. Artinya ketika kita menulis jangan lupa kita singgung apa yang menjadi topik tulisan tersebut, siapa pelakunya, dimana tempatnya, kapan kejadiannya, mengapa hal itu terjadi, dan bagaimana caranya. Maka untuk yang belum terbiasa terlatih diperlukan tahap pre-writing yang cukup terencana. Artinya kita sudah harus mempersiapkan mulai brainstorming, listing, dan membuat peta konsep terhadap apa saja akan kita tulis. Selepas semuanya siap baru kita melakukan free writing.
Sebagaimana diketahui bahwa metode Menemu Baling yang saya kenalkan ini cocok digunakan untuk menulis dengan pendekatan proses atau process based approach writing. Tahap-tahap pendekatan proses ini meliputi pre-writing, drafting, revising, editing, dan publishing. Free writing sebagaimana tersebut pada paragraf sebelumnya adalah sebuah tahap di dalam persiapan menulis pre-writing di mana pada penulisan konvensional penulis menggerakkan tangannya terus-menerus tanpa henti selama minimal 3-5 menit berulang untuk mencoretkan pena atau mengetik untuk mengalirkan ide-ide yang ada di dalam otaknya sesuai dengan konsep yang sudah direncanakan sebelumnya. Nah dengan metode Menemu Baling ini kegiatan itu menjadi sedikit berbeda karena tidak ada lagi acara menggerakan gerakan jari-jemari sampai “keriting”. Yang ada adalah menggerakkan alat-alat artikulasi sehingga menghasilkan suara bahasa yang dimengerti oleh mesin pencatat di dalam Color Note di dalam Metode Menemu Baling. Caranya dengan terus-menerus mengucapkan kata-kata yang ada di dalam otak kita untuk menyusun sebuah karangan.
Untuk menghasilkan karangan yang beres dan siap publikasi dengan cara ini memang dibutuhkan waktu untuk latihan. Tidak ada orang yang begitu sekali mencoba langsung menjadi expoert atau ahli dibidangnya. Bahkan dikatakan dalam sebuah buku bahwa berdasarkan penelitian, seorang expert itu akan muncul setelah dia menghabiskan waktu 10000 jam menekuni apa yang menjadi bidang kompetensinya. Jadi tinggal dikalikan sendiri saja waktunya jika kita latihannya 5 menit secara berulang-ulang setiap hari. Jika kita mengulang 12 kali 5 menit setiap hari, kita membutuhkan waktu kurang lebih 10 tahun untuk menjadi seorang expert. Dan itu bukan waktu yang lama untuk orang-orang yang memiliki keinginan kuat dan motivasi yang tinggi untuk berhasil! Kalau ingin lebih singkat waktunya, maka porsi latihan setiap harinya harus lebih ditingkatkan. Artinya jika kita ingin menjadi expert dalam lima tahun, berarti latihan lima menitannya setiap hari bukan 12 kali tetapi 24 kali, dan seterusnya.
Ya, pepatah mengatakan bahwa alah bisa karena biasa. Rajin pangkal pandai. Jika kita sudah membiasakan diri dan terus menerus menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga setiap hari seperti yang biasa kita lakukan maka kita bisa menciptakan 2,3,4 bahkan sampai puluhan artikel setiap hari untuk dipublikasikan. Terkait dengan kegiatan membaca dengan telinga pada aktivitas menulis ini, membaca dengan telinga ini penting terutama digunakan untuk melakukan proof reading. Jadi sambil kita membenahi draft, melakukan revisi dan editing, pada saat itu pula kita melakukan proof reading dengan telinga.
Yang terakhir adalah tentang publikasi. Mempublikasikan tulisan dengan menggunakan Metode Menemu Baling ini sangat mudah. Kita tinggal mengklik tombol “kirim” pada mesin pencatat Color Note, maka seketika dia kan memberikan pilihan publikasi ke social media maupun untuk blogging. Kita tinggal memilih sesuai keperluan, seperti ke WhatszApp, Telegram, Facebook, Instagram, sms, email atau ke WordPress, Blogger, maupun Blogspot.
Dalam kesempatan tersebut juga dibuka sesi tanya jawab. Sayangnya cadangan baterai di tablet Samsung A8 Sagusatab saya sangat minim dan saya susah mendapatkan colokan listrik yang bisa mempertahankan power sehingga saya hanya bisa menjawab 2 pertanyaan. Setelah itu koneksi mati total. Pak Khaerudin dari Aceh Timur menanyakan tentang bagaimana cara mensetting Metode Menemui Baling sehingga bisa menerima ucapan bahasa Arab, menuliskan dan membacanya. Saya pun segera memberikan penjelasan melalui screen share kepada audiens bagaimana cara menjawab persoalan yang ditanyakan oleh pak Khaerudin sehingga persoalan tertuntaskan. Sedangkan pertanyaan satunya berasal dari pak Adam Sirruna, guru hebat dari Sulawesi Tenggara tentang berapa jarak optimal yang harus kita jaga agar Metode Menemu Baling ini bisa menerima kata-kata yang kita ucapkan secara efektif untuk dituliskan di dalam Mesin Pencatat. Jawaban saya adalah bahwa sepanjang mesin bisa menerima dengan jelas kata-kata kita, maka mesin tersebut akan menuliskan apa yang kita ucapkan dengan baik. Jadi bahasa yang mudah dimengerti mesin, vokal yang jelas, tempat yang tidak bising, dan mikrofon yang baik menjadi syarat efektivitas menulis dengan menggunakan mulut dan membaca dengan telinga.
Alhamdulillah webinar semalam berlangsung dengan lancar. Saya berharap bahwa suatu ketika di masa depan, ketika waktu dan tempat memungkinkan, saya masih diberi kesempatan untuk berbagi lagi tentang berbagai hal yang akan meningkatkan kualitas dan kompetensi saya sendiri maupun guru-guru di seluruh Indonesia. Bravo IGI. Bravo Sadar Channel 1 Malam Rabu!
Salam pergerakan pendidikan!
Mampuono
Sekjen IGI
#menulis 5 menit sehari sama dengan membuat buku 1000 halaman setahun#

Comments

comments

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini