Tak Bisa Ikut PPG Gara-Gara “Salah Ketik” SK, IGI Dampingi Guru Honorer Datangi Pemko dan Inspektorat

0
1496

Ada sekitar 35 guru honorer dari SD dan SMP negeri di Banjarmasin yang sedang bersiap mengikuti PPG 2019. Namun mereka terancam gagal meraih sertifikasi karena berkas administrasi mereka ditolak oleh LPMP sebagai penyelenggara PPG. Penyebabnya sepele, SK (Surat Keputusan) Wali Kota Banjarmasin yang mereka kantongi “salah ketik” tahun penerbitan.

IGI dan FGHSN Kota Banjarmasin audiensi dengan walikota Banjarmasin 

Kamaluddin dan para guru honorer berfoto bersama Walikota sesudah audiensi di tahun 2017

Sertifikasi guru menjadi salah satu jalan untuk memperbaiki atau meningkatkan taraf penghasilan guru honorer. Mereka yang sudah tersertifikasi, akan mendapat tunjangan satu kali gaji pokok atau bagi guru honorer, mereka akan mendapat tunjangan 1,5 juta perbulan.

 

 

 

Penyerahan SK oleh Walikota di tahun 2017

“Salah satu syarat bisa ikut PPG 2019 adalah SK mengajar dari kepala daerahnya masing-masing. Para guru honorer ini sudah memiliki SK pak Walikota Banjarmasin. Namun masalahnya, diterbitkan tahun 2017, tapi tertulis tahun 2018. Lantaran itulah mereka dinyatakan gugur,” kata Wakil Sekretaris IGI (Ikatan Guru Indonesia) Kalsel, Ahmad Kamaluddin.

“SK para guru honorer itu sudah diserahkan secara simbolis oleh pak Walikota pada tahun 2017. Tapi baru dicetak dan dibagikan belakangan pada tahun ini. Penanggalan itu penting untuk membuktikan bahwa peserta PPG telah aktif mengajar selama dua tahun terakhir.” ungkap Kamaluddin.

Sebelumnya, Ketua Forum Guru Honorer Kota Banjarmasin menghubungi pengurus IGI Kota Banjarmasin dan IGI Kalsel untuk berdiskusi mencari solusi permasalahan yang mereka hadapi. Dalam pertemuan tersebut IGI akan memfasilitasi untuk mengkomunikasikan masalah ini dengan pihak-pihak terkait. Kamaluddin, wakil sekretaris IGI Kalsel, mantan ketua Forum guru honorer yang sudah jadi PNS ini yang akan menemani rekan-rekan guru honorer menghadap pejabat terkait.

Senin (19/11) siang, Kamaluddin dan beberapa guru honor mendatangi Balai Kota untuk mengadu. Berharap untuk bisa bertemu Pak Walikota. Rombongan kecil ini kemudian dialihkan lagi untuk menghadap sekretaris daerah.

“Sebelumnya kami menghadap pejabat Dinas Pendidikan, dan berharap bisa diselesaikan di level ini saja. Tapi kami malah disuruh mendatangi BKD (Badan Kepegawaian Daerah) dan Inspektorat. Akhirnya kami putuskan unuk menghadap walikota” kata Kamaluddin.

“Kawan-kawan Guru honorer ini sudah melengkapi berkas persyaratan untuk mengikuti PPG. Seorang guru bisa menghabiskan ongkos sampai Rp.500 ribu. Biaya itu untuk tes kejiwaan, tes bebas narkotika, pembuatan surat berkelakuan baik dari kepolisian, dan lain-lain,” bebernya.

Kamaluddin berharap, ada kebijakan untuk menyelamatkan para guru honorer tersebut. Karena usaha dan biaya yang telah mereka keluarkan tidak tidaklah sedikit.

Menurut Kamaluddin, pihak LPMP juga meminta SK dimaksud adalah SK pengangkatan guru honorer daerah. Sementara SK yang diberikan pemko adalah untuk pembuatan NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan). Inipun kembali menuai masalah.

Kamaluddin kemudian membandingkan dengan nasib guru-guru honorer yang mengajar di SMA negeri. Mereka lulus tahapan administrasi PPG karena sertifikatnya memang betul tertulis tahun 2017. “SK mereka berbeda karena diterbitkan oleh pemprov, dan tertulis pengangkatan. Padahal status mereka keduanya sama sebagai guru honorer.” Bebernya.

Menanggapi masalah ini, Sekdako Banjarmasin, Hamli Kursani memberikan jaminan yang membuat IGI agak tenang. Bahwa pemko akan mencarikan solusi atas masalah tersebut. “Prinsipnya, pemko akan mencarikan jalan keluar. Mencari solusi yang tidak menyalahi aturan,” terangnya. Hamli pun menjanjikan, dalam waktu dekat akan menggelar rapat terbatas bersama Disdik dan BKD.

Mendatangi kantor Inspektorat

Rabu, (21/11), Kamaluddin beserta guru honorer lainnya mendatangi pejabat Inspektorat. Menurut Kamaluddin, dari lembaga ini memperoleh informasi bahwa Pemko sebenarnya tidak dipermasalahkan untuk mengeluarkan SK pengangkatan guru honorer, karena berdasarkan UU guru dan dosen disebutkan bahwa Pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi ketersediaan guru (di daerahnya).

“Jika tidak ada SK pengangkatan dari Kepala Daerah maka berisiko pula pada penyaluran Dana Bos untuk gaji guru honorer. Dalam juknis BOS jelas tertulis bahwa guru penerima dana BOS harus memiliki SK Pengangkatan dari Kepala Daerah”, imbuhnya.

Pihak inspektorat pun berjanji akan secepatnya membahas masalah ini dengan lembaga-lembaga terkait.

“Setelah dari Inspektorat ini, rencananya kita juga akan menyambangi Ombudsman Kalsel. “Namun, kita lihat dulu perkembangannya”, ungkap Kamaluddin.

Rep./Hlm, dan sumber lainnya

Comments

comments