Tag Archives: Guru

Akademisi Makassar Apresiasi Semangat IGI

MAKASSAR – Semangat Ikatan Guru Indonesia (IGI) terus bergerak meningkatkan kualitas guru mendapat apresiasi dari akademisi di Makassar.

Akademisi Universitas Veteran Republik Indonesia (UVRI) Makassar, Saifuddin Al Mughni menguraikan peran mulia dari seorang guru. Guru dianggap sebagai penutur ilmu pertama.

“Saat Hiroshima dan Nagasaki di bom oleh sekutu, bangsa matahari terbit itu tidak pernah bertanya masih adakah prajurit yang hidup, justru ia bertanya msh adakah guru yang hidup?. Mantap memang IGI,” kata Saifuddin menanggapi salah satu kegiatan IGI yakni program Satu Guru Satu Buku (Sagusaku).

Saifuddin sendiri secara terpisah memberikan tulisan singkatnya untuk para guru, khususnya guru yang tergabung dalam IGI.

GURU, PETUTUR ILMU

Sulit membayangjan sebuah masyarakat beradab tanpa tutur perilmu, yakni guru, sosok guru adalah pewaris sejarah para filsuf, disanalah diletakkan pengetahuan.

saat Hiroshima dan Nagasaki di bom oleh sekutu, bangsa matahari terbit itu tidak pernah bertanya msh adakah prajurit yg hidup, justru ia bertanya msh adakah GURU yang hidup ?

Itu artinya, bahwa kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan sejauhmana proses pendidikan itu diaktualkan. Bahkan peraihan generasi milenial tak cukup dengan gaya hidup tetapi harus mampu diperankan melalui sains dan tehnologi, maka disanalah Guru hadir memberi arti.

Saifuddin al Mughniy*
bandara Soekarno Hatta

Guru Tangsel Belajar Ngeblog dan KTI

Abd. Aziz Rofiq

Merawat komitmen memang membutuhkan perjuangan. Namun didasari oleh tekad kuat untuk meningkatkan kompetensi guru, pada tanggal 1-2 April 2017 IGI Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten kembali menyelenggarakan pelatihan dengan materi pembuatan blog dan karya tulis ilmiah (KTI). Pelatihan bertempat di SDIT As Salaamah komplek Pamulang Permai 2, Pamulang, Tangsel.

Pada saat pembukaan Shobirin an. Kepala SDIT As Salaamah mengungkapkan kegembiraannya atas keputusan IGI Tangsel memilih sekolahnya sebagai tempat pelatihan. “Kami sangat senang dipilih sebagai tempat pelatihan, oleh karena itu kami mengikutsertakan 24 orang guru termasuk saya untuk ikut belajar bersama membuat blog dan KTI, sekaligus masuk sebagai anggota IGI,” ungkapnya.

Di hari pertama peserta sebanyak 100 orang mendapat materi membuat blog di bawah bimbingan Danang Hidayatullah (Danhid). Dari pagi hingga sore Danhid memuaskan keingintahuan peserta mulai dari membuat akun sampai mengisi blog. Diakhir pelatihan peserta berhasil membuat blog masing-masing yang siap diisi dan dimanfaatkan sebagai media pembelajaran.

KTI disajikan pada hari kedua dengan narsum Fikron al Choir dan Suroso. Keduanya merupakan guru Tangsel yang pernah menjadi juara KTI tingkat provinsi dan nasional. Seperti diketahui bahwa KTI seringkali menjadi batu sandungan kenaikan pangkat terutama guru PNS, oleh karena itu peserta antusias mengikuti arahan narsum. Pada pelatihan ini peserta dibimbing cara membuat KTI sehingga layak mendapat penilaian dengan predikat minimal baik.

Sebagai syarat mendapatkan sertifikt, peserta diwajibkan menyelesaikan tugas terpadu kedua materi tersebut. Mereka diwajibkan menampilkan KTI bab I sampai bab III di blog masing-masing, selanjutnya dibagikan di grup facebook IGI Tangsel 2016.
Tanggapan

Pelatihan sedianya akan dibuka oleh Plt Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kota Tangsel Bp. Taryono, namun karena ada acara penting beliau berhalangan hadir. Sekalipun demikian, melalalui pesan WA di grup IGI Tangsel beliau mengapresiasi kegiatan IGI.

Khusnul Khotimah peserta dari Madrasah Pembangunan UIN menyatakan kepuasannya mengikuti pelatihan ini, “Saya lebih memahami tentang KTI apalagi dibawakan oleh narsum yang memiliki kompetensi dan jam terbang yang mumpuni di bidangnya,” demikian ujarnya.

 

Kepuasan peserta secara keseluruhan cukup tinggi. Berdasarkan angket yang disebarkan, 63% menyatakan bahwa materi pelatihan merupakan hal yang baru. Sekalipun blog dan KTI merupakan hal yang sudah lama ada namun karena tidak ada pengkondisian untuk mendalami lebih jauh maka pelatihan ini menjadi sangat penting. Dalam hubungannya dengan tugas sebagai guru 74% menyatakan materi pelatihan sangat membantu dalam melaksanakan tugas. Durasi waktu dua hari dirasakan sangat efektif oleh 72% peserta. Dengan perbandingan teori : praktik (20 : 80) peserta merasakan bahwa pelatihan sangat efektif untuk mengantarkan mereka menguasai materi.
***

IGI Mateng Hadirkan Pemateri Hebat, Disambut Antusias Peserta Dahsyat

Semangat Menulis adalah semangat yang dikobarkan oleh IGI Seluruh Indonesia termasuk IGI Mamuju Tengah. Semangat ini terstimulasi oleh sebuah mimpi, mimpi mewujudkan guru – guru di Negeri sejuta sawit ini sebagai guru – guru yang produktif dalam menulis. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini antusiasme mereka masih tergolong kurang dalam hal membuat sebuah karya tulis. Oleh karena itu, dengan Workshopnya, IGI hadir di tengah – tengah para guru sebagai wadah untuk menggugah kesadaran menulis serta melatih tehnik membuat KTI.

Workshop ini berlangsung selama 1 hari, dan dilanjut dengan konsultasi on line. Adapun lokasi kegiatannnya yaitu di SMPN 6 Topoyo yang juga menjadi tempat Ketua IGI Mateng bertugas sebagai Kepala sekolah.

Para peserta sangat antusias dengan kegiatan ini. Mereka Rindu dengan kegiatan semacam ini. kerinduan itu pula yang membuat Para Pengurus IGI Mateng semakin termotivasi dalam mengelola workshop ini dengan profesional.

Pemateri yang hadir pun adalah pemateri yang profesional. Beliau adalah pak Baharuddin, SE, M.Pd. Beliau biasa disapa pak bahar. Pak bahar adalah salah satu pengurus IGI Mateng juga. Beliau sudah pernah menjadi finalis Inobel 2016 mewakili sulawesi barat. Dengan demikian, wajarlah jika beliau kami anggap sebagai sosok yang pas sebagai pemateri.

IGI Mateng optimis bahwa kombinasi pemateri yang hebat dengan antusiasme peserta yang dahsyat telah menjadi sebuah harmonisasi yang akan melahirkan guru – guru produktif ke depan. Tentunya, ini bukanlah kegiatan pelatihan kepenulisan yang terakhir, sebab IGI Mateng masih akan terus berkreasi dalam merancang konsep – konsep pelatihan yang lain demi sebuah tujuan mulia, Mewujudkan Pendidikan yang hebat dan bermartabat.

 

DUA AYAT SPESIAL UNTUK GURU

SUPRIADI*

Sabtu 25 Maret 2017 menjadi sebuah kisah yang mungkin tidak bisa saya lupakan dalam perjalanan hidup ini. Iya, hari ini pertama kali saya mengurusi sebuah kegiatan workshop, tingkat kabupaten, padahal sebelum-sebelumnya saya hanya selalu jadi peserta di sebuah kegiatan. Menjadi panitia memang tidak mudah dari persiapan tempat, mempersiapkan undangan-undangan, perizinan dan masih banyak lagi yang lainnya. Kegiatan workshop ini dibarengi dengan pelantikan pengurus IGI daerah. Belum ada 1 tahun saya menjadi anggota IGI dan sekarang saya sudah harus menjadi pengurus daerah. Sebuah tanggung jawab yang sangat besar bagi saya untuk bisa memfasilitasi guru-guru supaya dapat belajar

Kegiatan workshop kali ini sebenarnya merupakan agenda Roadshow IGI Pusat yang ditujukan untuk wilayah Kalimantan Barat selama tiga hari. Dan Pada hari ketiga kegiatannya dilaksanakan di Kabupaten Ketapang. Sebuah kesempatan yang tidak boleh disia-siakan, karena pemateri pemateri yang hadir adalah orang-orang hebatnya IGI yaitu Sekjen IGI Bapak Mampuono dari Semarang dan bendahara umum IGI yaitu Bapak Gusti Surian dari Kalimantan Selatan. Kedua orang ini benar-benar luar biasa segudang prestasi yang mereka raih baik itu tingkat nasional bahkan tingkat internasional. Selama 2 hari saya bersama mereka, banyak sekali ilmu yang dapat dipetik dari kebersamaan ini. Sesuatu hal yang paling sangat saya ingat ketika kami makan malam bersama, Bapak Sekjen mengatakan ” Apa yang dilakukan IGI saat ini?” Kemudian Beliau menyuruh saya membuka al-qur’an digital yang ada di Android dan membuka surat Al Baqarah ayat 44 dan surat Ash-Shaf ayat 3, kemudian membaca terjemahannya masing-masing Ayat tersebut.

” Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka Tidakkah kamu berfikir?” (QS. Al-baqarah: 44)

” Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa apa yang tidak kamu kerjakan” (QS.Ash-Shaf: 3)

Dari dua surat dan 2 ayat diatas sudah jelas bahwa kita sebagai seorang guru sering merupakan dan melanggar ayat diatas. Kita (guru) selama ini selalu menyuruh siswa untuk belajar hal-hal yang baru dari yang tidak tahu supaya menjadi tahu, yang tidak tahu perkalian menjadi Mahir dalam perkalian, yang tidak tahu menulis jadi bisa menulis, yang tidak tahu membaca jadi lancar dalam membaca, dan masih banyak yang lainnya. Apa yang dilakukan oleh Sang Guru? Apakah guru mau belajar? Apakah guru terus membaca dan menulis? Itu pertanyaan kita (guru) sendiri yang berhak untuk menjawabnya.

Menuntut ilmu bagi kita adalah sebuah kewajiban. Menuntut ilmu bukan hanya buat mereka yang duduk di bangku sekolah saja, melainkan buat semua umat manusia. ” Tuntutlah ilmu sejak dari buayan hingga liang lahat”. Hadits ini tidak jarang kita dengar dalam ceramah atau kita jumpai ketika membaca buku-buku agama. Terlepas dari shohih atau tidaknya hadis itu bagi kita menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban.

Semasa masih bergelar sebagai mahasiswa perguruan di bangku kuliah, kita (guru) benar-benar menjalani aktivitas perkuliahan dan terus belajar demi untuk mendapatkan Indeks Prestasi (IP) yang kita butuhkan. Banyak ilmu yang kita dapatkan demi untuk bekal menjadi seorang guru yang profesional. Tapi apa yang terjadi ketika sudah lulus dari bangku perkuliahan dan sudah terjun ke dalam dunia pendidikan. Apakah kita masih terus belajar?

Saya terinspirasi dari sebuah buku Guru Eksis Why Not? tulisan dari Bapak Dr. Basman Tompo, S.Pd, M.Pd mengatakan Kita harus berani keluar dari zona nyaman. Apa itu zona nyaman? zona nyaman atau istilah comfort zone adalah suatu keadaan atau kondisi dimana seseorang sedang terlena atau terbuai. Sebagian kita yang berprofesi guru menjadi terbuai dan keenakan dengan apa yg ada sekarang. Kita menjadi pesimis untuk berubah dan sudah sangat puas dengan apa yang menjadi kebiasaan kita. Kita sudah cukup nyaman dengan kondisi saat ini. Mengajar hanya sekedar memenuhi kewajiban, pindah dari kelas yang satu ke kelas yang lain. Kita tetap setia menggunakan model pembelajaran konvensional, hari demi hari, minggu demi minggu. Berharap setiap bulan menerima gaji. Begitu seterusnya. Tidak ada perubahan sedikitpun. Terbiasa oleh rutinitas harian, ibarat robot yang sudah diprogram oleh pembuatnya untuk suatu fungsi khusus. Kaku dan statis. Lantas, mengapa zona nyaman berbahaya? Karena orang yang terjerat olehnya akan mengalami kondisi stagnan, tidak bisa lagi maju, tidak bisa lagi berkembang. Jalan di tempat. Celakanya kinerja cenderung menurun karena tidak bisa mengimbangi kondisi kini yang senantiasa dinamis. Kemajuan teknologi yang begitu cepat telah menggempur segala sendi kehidupan manusia tak terkecuali dunia pendidikan. Mau tidak mau, suka tidak suka, guru harus meninggalkan kebiasaan lama yang masih mengajar dengan menggunakan pola pola tradisional. Sebetulnya, mereka tahu bahwa eksistensi dirinya sebagai guru di abad ini menjadi terancam jika tidak mau berubah. Namun sayangnya, tidak semua kita bersemangat untuk tampil menjawab tantangan zaman karena tidak berani keluar dari zona nyaman. Olehnya itu tidak ada jalan lain, agar guru dapat keluar dari kondisi ini diperlukan komitmen tinggi, tekad yang bulat, daya hentak yang kuat untuk dapat melepaskan diri dari jeratan energi zona nyaman.

*Guru SMP N 1 MHU