Meningkatkan Kesadaran Berkonstitusi Orang Tua sebagai Warga Negara

0
2912

Oleh : Hj. Noor Baytie, SH, M.Pd

Naskah Best Practice yang disajikan saat Simposium Nasional

Kongres II Ikatan Guru Indonesia di Makassar 30 Januari 2016

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan menurut UU No.20/2003 pasal 5, bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Pembukaan UUD 1945 alinea ke IV menyatakan tujuan negara adalah ”pemerintah negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh  tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial….”. Dengan demikian, janji kemerdekaan bagi kita segenap bangsa Indonesia, tidak perduli yang tinggal dari Sabang hingga Merauke, semua sama mendapatkan kesempatan untuk memperoleh janji kemerdekaan tersebut, termasuk janji untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga menyebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar danproses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinyauntuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,bangsa dan negara.Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilaiagama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahanzaman.

Pendidikan merupakan sarana untuk mencapai gerbang keberhasilan mencetak generasi-generasi muda bangsa yang berkualitas. Pendidikan dapat dipandang sebagai proses  penting untuk memenuhi janji kemerdekaan. Kita, selaku bangsa Indonesia pernah mengalami masa yang kelam saat harus di belenggu bangsa lain karena sedikit sekali diantara bangsa kita yang telah mengecam pendidikan. Keterbelakangan pendidikan bangsa kita kala itu telah membawa petaka yang menyakitkan.

Ditengah era globalisasi ini, pendidikan merupakan sarana yang mutlak diperlukan agar kita dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain dan agar bangsa kita tidak terlindas di telan zaman. Karena pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntunan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Apa jadinya bila pembangunan di Indonesia tidak di barengi dengan pembangunan di bidang pendidikan. Dan apa artinya pendidikan kalau masih bisa di coreng oleh orang-orang atau warga negara yang mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum.

Hubungan antara wajib belajar dengan  seorang warga Negara berkaitan erat dengan para remaja yang merupakan generasi penerus bangsa yang akan mengisi kemerdekaan, dan dipundak remaja lah cita-cita bangsa dapat tercapai.

Namun berdasarkan kenyataan, sekarang ini marak terjadi penyimpangan pada peserda didik, yang diataranya adalah: 1) penyalahgunaan obat, 2) perkelahian pelajar, 3) penyimpangan seksual. Hal  ini terjadi bukan hanya terjadi di sebagian sekolah namun terjadi di sekolah-sekolah yang ada di Negara kita seperti diberitakan oleh media cetak maupun media elektronik.

Penyimpangan yang dilakukan oleh peserta didik tersebut adalah merupakan suatu prilaku negative yang dilakukan oleh peserta didik dalam bentuk kenakalan remaja yang marak terjadi, hal ini  dikarenakan pergaulan bebas yang berdampak kepada orang tua,  dan khususnya fihak sekolah. Pergaulan bebas dikalangan remaja dianggap biasa namun begitu terjadi hal-hal yang tidak diinginkan baik oleh fihak orang tua maupun fihak sekolah yang diantaranya adalah adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan peserta didik yaitu terjadinya permasalahan  yang menimpa siswa berupa kehamilan diluar nikah.

Dampak kepada orang tua biasanya  menimbulkan rasa malu, sedangkan dampak kepada sekolah adalah adanya berbagai cemoohan dari masyarakat sehingga sekolah mendapat nilai dan kriteria negatif apabila masih memberikan ruang gerak kepada siswa tersebut untuk tetap bersekolah.

Berkaitan dengan siswa hamil ini , membuat fihak orang tua dan fihak sekolah dihadapkan kepada permasalahan, yaitu disatu sisi orang tua tetap ngotot  menuntut hak agar si anak tetap bersekolah sedangkan disisi lain fihak sekolah bergerak cepat mengambil tindakan yaitu  mengeluarkan siswa tersebut dari sekolah dengan mengembalikan kepada orang tuanya.

Orang tua ngotot untuk tetap menuntut anaknya bersekolah dikarenakan adanya hak seorang anak sebagai warga Negara untuk mendapat pendidikan dan dengan cara meminta bantuan kepada lembaga-lembaga yang kompeten tentang  pengaduan masyarakat yang berujung kepada para  lembaga tertentu turut serta membela hak siswa hamil dengan cara mengemukakan  bahwa sesuai dengan amanat dari Undang Undang Dasar 1945 pasal 31  ayat 1 yang menyebutkan bahwa : “ setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan “. Dan sesuai denganUndang Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak yang terdapat dalam pasal 9 ayat 1 menyebutkan : “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”.

Menanggapi alasan yang dikemukakan oleh fihak orang tua dan lembaga yang membantu dalam rangka untuk membela anak tersebut, maka tidak kalah gencarnya pihak sekolah juga mengemukakan alasan bahwa sekolah memiliki tata tertib yang harus dan wajib ditaati oleh para siswanya dan apabila terjadi pelanggaran maka akan dikenakan sanksi oleh fihak sekolah dengan di kembalikan kepada orang tuanya.

Pembatasan Masalah

Kajian ruang lingkup penulisan makalah ini adalah menganalisis  pada aturan yang memberikan hak pendidikan dan aturan yang tidak memperbolehkan kepada siswa hamiluntuk tetap menuntut haknya sebagai warga Negara yang memiliki kesadaran nilai, norma dan moral dalam kesadaran berkonstitusi

Tujuan dan Manfaat Penulisan Makalah

Adapun tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk :

  1. Menjadi bahan kajian bagi pendalaman materi kesadaran berkonstitusi pada bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan.
  2. Sebagai bahan pembelajaran bagi orang tua, siswa, dan masyarakat untuk mengetahui cara menuntut haknya.
  3. Sebagai bahan bagi orang tua, siswa, dan masyarakat dalam meningkatkan kesadaran berkonstitusi.

 

 

KAJIAN TEORI

Konstitusi

Konstitusi tidak akan lepas dari yang namanya hukum maupun perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara. Konstitusi atau undang-undang dasar yang dalam bahasa latinnya adalah constitutio merupakan sebuah norma sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan Negara.Biasanya dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis.Meskipun sering juga disebut sebagai Undang Undang Dasar, sebenarnya konstitusi dan Undang-Undang Dasar memiliki perbedaan. Konstitusi mencakup pengertian yang lebih luas. Jika Undang-Undang Dasar memuat peraturan tertulis saja, namun konstitusi memuat peraturan tertulis dan lisan. Selain itu, masih ada perbedaan lainnya antara konstitusi dan Undang-Undang Dasar,yaitu sebagai berikut :Undang-Undang dasar bersifat dasar dan belum memiliki sanksi pemaksa atau sanksi pidana bagi penyelenggaraanya serta mengandung pokok-pokok sebagai berikut: adanya jaminan terhadap HAM dan warganya, ditetapkan susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental, adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.
Sedangkan konstitusi bersifat dasar, belum memiliki sanksi pemaksa atau sanksi pidana bagi penyelenggaraanya, timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis serta memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut: organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antar badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, HAM, prosedur mengubah UUD, ada kalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD.

Kesadaran, Sikap, dan Prilaku

Kesadaran adalah keadaan seseorang di mana ia tahu/mengerti dengan jelas apa yang ada dalam pikirannya. Sedangkan pikiran bisa diartikan dalam banyak makna, seperti ingatan, hasil berpikir, akal, gagasan ataupun maksud/niat.

Berbicara sikap biasanya selalu dikaitkan dengan perilaku yang berada dalam batas kewajaran dan kenormalan yang merupakan respon atau reaksi terhadap stimulus lingkungan sosial. Menurut teori tindakan beralasan oleh Icek Ajzen dan Martin Fishbein (Azwar, 1998: 11), dikatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku melalui suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan, dan dampaknya hanya pada tiga hal. Pertama, perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi ditentukan oleh sikap specifik (rasionalitas) terhadap sesuatu. Kedua, perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh sikap, tetapi juga oleh norma-norma subyektif yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan, agar kita perbuat. Ketiga sikap terhadap suatu perilaku bersama-sama norma subyektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu. Secara sederhana teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan (perilaku) apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seseorang yang yakin bahwa tindakan (perilaku) yang akan dilakukan menimbulkan dampak positif pada dirinya, ia akan bersikap cenderung melakukan tindakan tersebut. Begitu sebaliknya jika ia yakin tindakan yang dilakukannya berdampak negatif pada dirinya, ia bersikap menolak melakukan tindakan tersebut. Hal ini disebut keyakinan pribadi.

Darmiyati (1995: 52), mengatakan bahwa tindakan seseorang selain dipengaruhi keyakinan pribadi (behavior belief) juga di pengaruhi oleh keyakinan kelompok (group belief). Seseorang akan cenderung melakukan tindakan tertentu jika orang tersebut yakin bahwa tindakannya itu akan disetujui oleh kelompoknya atau lingkungan sosialnya. Sebaliknya apabila ia yakin bahwa lingkungan sosialnya tidak akan mendukungnya, maka ia tidak bermaksud melakukan tindakan tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lingkungan sosial secara timbal balik akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Interaksi antara situasi lingkungan dengan sikap, dengan berbagai faktor di dalam maupun di luar diri individu akan membentuk suatu proses yang kompleks yang akhirnya menentukan bentuk perilaku seseorang tersebut.

Selain berhubungan dengan perilaku, sikap juga berhubungan dengan perkembangan nilai individu dan juga perkembangan moral dan mental etis seseorang. Hal ini sebagaimana di ungkapkan oleh Martin and Briggs (1986: 447), bahwa: “Attitudes, we believe, form the building blocks for values development and for the development of moral and ethical stances.” (Kita percaya bahwa sikap membentuk blok bangunan perkembangan nilai dan perkembangan moral dan mental etis). Dengan demikian untuk membentuk seseorang yang memiliki moral yang baik dan bermental etis perlu memperhatikan perkembangan sikapnya.(belajar psikologi.com).

Karakter

Karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan ) yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam prilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, dan olahraga, serta olah rasa, dan karsa seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan, dan tantangan. Sedangkan Karakter Bangsa adalah kualitas prilaku kolektif kebangsaan yang khasbaik yang tercermin dalam kesadaran , pemahaman, rasa, karsa, dan prilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir , olah hati, dan olahraga, serta olah rasa, dan karsa, serta olahraga  seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan prilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Posisi Pendidikan Karakter.

Pembangunan karakter bangsa merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Bangsa Indonesia sejak awal kemerdekaan sudah bertekad untuk menjadikan pembangunan karakter bangsa sebagai bahan penting dan tidak di pisahkan dari pembangunan nasional.

Secara eksplisit pendidikan karakter (watak) adalah amanat Undang Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang pada pasal 3  menegaskan bahwa “ Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.

Hak Peserta Didik.

Hak adalah segala sesuatu yang harus  di dapatkan oleh setiap orang yang telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. Di dalam kamus Bahasa Indonesia hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu ( karena telah ditentukan oleh Undang undang, aturan, dan sebagainya), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat.

Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan, dan ayat 3 menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan  Negara Indonesia.

Secara umum dalam proses belajar mengajar, peserta didik mempunyai hak untuk belajar, karena belajar adalah kebutuhan pokok dari seorang peserta didik. Peserta didik berhak mendapatkan proses belajar mengajar di kelas dan di luar kelas.

Tidak ada manusia yang terlepas dari proses pembelajaran, sejak bayi dalam  kandungan ibunya, kemudian dalam buaian, merangkak, berdiri, berjalan, berlari, hingga dapat meraih sesuatu. Dalam proses pembelajaran tentunya ada hasil yang diperoleh untuk pendewasaan diri. Proses pembelajaran ini harus dilakukan secara terus menerus. Belajar adalah aktivitas yang sangat penting bagi seluruh manusia, karena dengan itu manusia dapat mengetahui, mengerti, dan memahami sesuatu.

Pendidikan berasal dari kata “didik”. Bila kata ini mendapat awalan “me” akan menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi pelatihan. Dalam memelihara dan memberi pelatihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan bimbingan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan lebih dari sekedar pengajaran, karena pengajaran hanyalah aktivitas proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan merupakan transformasi nilai dan pembentukan karakter dengan segala aspek yang dicakupnya.Melalui pendidikan diharapkan manusia benar-benar menemukan “jati dirinya” sebagai manusia.

Proses pembelajaran dialami manusia sepanjang hayatnya, serta dapat berlaku dimana pun dan kapan pun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai suatu objek yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotorik) seorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi aktif antara guru dengan peserta didik (Pendidikan karakter berpusat pada hati, Hamka Abdul Aziz, Penerbit Al Mawardi Prima, 2011,hal 12).

Kewajiban Peserta Didik

Kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan, keharusan (sesuatu hal yang harus di laksanakan). Peserta Didik selain memiliki hak yang harus diterimanya, dia juga memiliki kewajiban yang harus dipenuhi. Adapun kewajiban peserta didik secara umum adalah sebagai berikut :

  1. Kewajiban Belajar

Belajar merupakan tugas utama seorang peserta didik. Peserta didik diwajibkan  belajar  dengan baik di dalam maupun di luar sekolah. Mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru termasuk juga kewajiban peserta didik.

  1. Kewajiban menjaga nama baik sekolah.

Kewajiban menjaga nama baik sekolah baik di luar maupun di dalam sekolah merupakan perwujudan terhadap ketahanan sekolah beserta wawasan wiyata mandala.

  1. Kewajiban taat tata tertib.

Aturan-aturan yang mengarahkan siswa bertingkah laku di sekolah merupakan tata tertib yang wajib di taati oleh seluruh peserta didik. Dengan tata tertib diupayakan memiliki kedisiplinan sehingga mampu menunjang dalam kehidupan bermasyarakat.

  1. Kewajiban Kerja Sama

Kerjasama antara sekolah dengan pihak masyarakat dalam hal ini orang tua peserta didik wajib dilaksanakan untuk mendukung seluruh kegiatan sekolah. Kerja sama yang terjalin dengan baik akan mampu memecahkan setiap permasalahan yang ada.

Di dalam  Undang undang Sistem Pendidikan Nasional yaitu UU Nomor 20 Tahun 2003 di dalam Bab V  tentang peserta didik yaitu didalam pasal 12 ayat 2 bagian a menyebutkan setiap peserta didik berkewajiban menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan.

 

 

KESADARAN BERKONSTITUSI SISWA DAN ORANG TUA DALAM MEMAHAMI HAKNYA SEBAGAI WARGA NEGARA

Isi pasal 31 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak untuk mendapatkan pendidikan, memiliki arti  bahwa seorang warga Negara khususnya anak, memiliki hak untuk memperoleh pendidikan melewati jalur sekolah secara formal maupun non formal.

Undang Undang Nomor 23 Tahun 2003 Pasal 9 ayat 1 tentang Undang Undang Perlindungan Anak menyebutkan  bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 pasal 60 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap anak berhak untuk memperolehpendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan kecerdasannya.

Ketiga Undang Undang ini sama sama menyatakan adanya pemberian hak kepada seorang anak untuk mendapatkan pendidikan, namun ketika terjadi permasalahan yang tidak dikehendaki oleh siapapun seperti terjadinya kehamilan di luar nikah yang dikarenakan adanya pergaulan bebas yang dilakukan seorang anak. Muncullah masalah yang membuat fihak sekolah untuk memisahkan anak yang sedang hamil tersebut dari lingkungan kawan-kawannya di sekolah karena sudah dianggap melanggar aturan tata tertib. Pertimbangan sekolah  mengeluarkan siswa yang bersangkutan adalah tidak mungkin seseorang yang sedang hamil bisa berkumpul dengan teman-temannya disekolah. Alasannya adalah  sekolah  merupakan tempat/ wadah untuk menuntut ilmu yang didalamnya ada aturan/ tata tertib yang melarang orang hamil untuk bisa bersekolah. Aturan/ tata tertib yang dibuat oleh sekolah berpedoman kepada pasal 52 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, disebutkan bahwa Setiap satuan pendidikan harus memiliki pedoman yang mengatur tentang: peraturan akademik; tata tertib satuan pendidikan, yang minimal meliputi tata tertib pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik, serta penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana, serta kode etik hubungan antara sesama warga di dalam lingkungan satuan pendidikan dan hubungan antara warga satuan pendidikan dengan masyarakat. Di lengkapi dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 12diatur tentang peserta didik, yang kalau diihat dari segi haknya disebutkanbahwa seorang peserta didik berhak untuk mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Kemudian dilihat dari segi  kewajibannya bahwa peserta didik wajib menjaga  norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan.

Melihat kepada beberapa aturan yang berlaku dengan jelas disebutkan bahwa peserta didik atau siswa memang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan, namun fihak sekolah juga tidak terlepas dari aturan yang berlaku yaitu memiliki tata tertib dan kode etik yang harus ditaati oleh warga yang berada di sekolah  bersangkutan. Dan apabila tata tertib tersebut di langgar maka ada sanksi  tegas yang akan diberikan kepada siswa yang bersangkutan.

Oleh karena demikian melihat fakta dilapangan adanya beberapa aturan yang perlu diperhatikan dalam rangka untuk memberikan rasa tertib kepada peserta didik itu sendiri. Maka sangat wajar sekali apabila pihak sekolah lebih mengutamakan kepada kepentingan orang banyak. Karena apabila terbukti seorang siswa  melanggar tata tertib maka kepada siswa yang bersangkutan akan dikembalikan kepada orang tua, namun bukan berarti hak seorang anak untuk mendapatkan pendidikan menjadi terabaikan, tetapi dicarikan solusi yang tepat agar seorang anak yang hamil diluar nikah kemudian dikeluarkan untuk bisa mengecap pendidikan di tempat yang cocok. Sehingga tidak membawa pengaruh yang buruk kepada siswa lain yang berada di sekolah bersangkutan.

Seorang anak memang memiliki hak  untuk mendapat pendidikan sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh Undang Undang Dasar tahun 1945 pasal 1 namun melihat kepada  ayat 3 adanya tuntutan kepada Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan  satu  sistem  pendidikan  nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tuntutan kepada pemerintah ini di realisasikan kepada pendidik disekolah yang selalu memberikan pembinaan dan pendidikan kepada semua anak bangsa untuk selalu bisa bersikap dan bertindak tanduk sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agama.

Selain memiliki hak, seorang siswa juga memiliki kewajiban  menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan. Hal ini menunjukkan  bahwa seorang siswa tidak hanya bisa menuntut haknya saja namun harus bisa mengimbangi dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, bahkan yang seharusnya adalah seorang siswa harus lebih mengutamakan kewajiban dari pada haknya.

Kewajiban orang tua kepada anak tidak kalah pentingnya, dan memiliki peranan yang sangat penting, karena karakter seorang anak terbentuk semenjak ia berada di lingkungan orang tua mulai dari kecil. Kalau dibandingkan dengan banyaknya waktu seorang anak berada, apakah di sekolah atau di rumah, jawabnya adalah pasti dirumah. Ini dibuktikan sejak anak dilahirkan hingga ia berumur 4 tahun, kemudian masuk taman bermain dan taman kanak-kanak yang selalu di dampingi oleh orang tua atau pengasuhnya, setelah lulus taman kanak-kanak masuk sekolah dasar, SMP sampai dengan SMA, yang kalau di hitung mulai jam 07.30 sampai dengan jam 15.00 yang merupakan tanggungjawab sekolah, kemudian sisa waktu mulai pukul 15.00 sampai dengan 07.30 kembali ( berkisar dengan perbandingan di sekolah 7 setengah jam sedangkan disekolah sisa waktunya yaitu sebanyak 16 setengah jam ), sehingga bagaimana tanggungjawab orang tua dirumah seandainya terjadi hal buruk yang menimpa anaknya. Apakah akan selalu mempersalahkan sekolah sebagai lembaga pendidikan yang resmi, sementara orangtua lepas tangan dan tidak mau bertanggungjawab terhadap keadaannya, bahkan apabila terjadi hal-hal yang tidak di inginkan, orang tua tidak mau  memahami terhadap akibat dari kesalahan yang dibuat nya.

Pada sisi orang tua seharusnya harus lebih bisa menyadari, apabila terjadi hal-hal yang tidak di inginkan kepada anaknya, dengan cara mencari solusi dan bekerja sama dengan fihak sekolah. Karena apabila kita lihat kepada tugas dan tanggungjawab orang tua sendiri yaitu mendidik dan membentuk kepribadian anak sejak ia lahir sampai ia menginjak dewasa. Sehingga karakter yang terbentuk adalah merupakan bawaan dari orang tua sendiri dan sangat sulit untuk merubahnya. Dan sangatlah mustahil kalau pihak sekolah menjadi orang yang di persalahkan atas kesalahan yang dibuat oleh seorang anak. Sehingga apabila terjadi permasalahan seperti siswa hamil tidaklah perlu dipertentangkan. Dan perlunya kesadaran dari orang tua untuk bisa menghadapi segala permasalahan dengan tidak mencari siapa yang dipersalahkan, namun mencari jalan agar siswa tersebut bisa mendapatkan hak nya dibidang pendidikan sesuai dengan apa yang di amanatkan oleh Undang Undang Dasar 1945.

Berkaitan dengan beberapa hal tersebut, maka orang tua selaku penanggung jawab terhadap anaknya, sebelum menuntut hak anak nya untuk tetap bersekolah,  perlu di perhatikan dan selalu diingat   kejadian yang membuat kenapa anak jadi di keluarkan dari sekolah. Tidak pernahkah orang tua berpikir bahwa di sekolah jumlah anak yang perlu di bimbing dan di bina bukan hanya  sepuluh dua puluh orang saja akan tetapi ratusan anak yang memerlukan pembinaan. Sehingga perlu dijaga ketertiban didalam lingkungan sekolah.

Walaupun  siswa hamil sudah dianggap melakukan pelanggaran dan dikeluarkan dari sekolah bukan berarti terhadap nya tidak di berikan hak untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh Undang undang Dasar 1945. Akan tetapi terhadap siswa hamil tersebut tetap diberikan haknya untuk mendapat pendidikan yaitu memungkinkan kepadanya pindah ke sebuah sekolah baru yang  latar belakang anak tersebut tidak diketahui, namun demikian tetap siswa hamil tersebut dapat membuat nama baik sekolah menjadi tercemar.

Oleh karena demikian dalam rangka untuk menuntut haknya, siswa hamil tersebut lebih cocok untuk di salurkan ke sekolah in formal yaitu paket c. Karena disekolah in formal seperti paket c ada ruang bagi seorang yang walaupun dianggap sudah dewasa memiliki kesempatan untuk tetap mendapatkan pendidikan.

Karena perbuatan  siswa yang membuat dia  hamil membawa sebuah aib dalam keluarga  dan  untuk menghilangkan rasa malu dari orang tua dan keluarga siswa tersebut di nikahkan, Pernikahan yang terjadi terhadap siswa tersebut membuat dia memiliki status sebagai orang dewasa walaupun umurnya belum dewasa karena menurut Undang Undang bagi mereka yang walaupun belum dewasa namun sudah menikah maka kepadanya sudah di anggap menjadi dewasa dan kepada siswa tersebut tidak cocok untuk tetap bersekolah di sekolah formal  karena sekolah formal biasanya di huni oleh para siswa yang dianggap masih belum dewasa.Oleh karena demikian wajar  dan sangat beralasan sekali fihak sekolah  untuk mengeluarkan  seorang siswa tersebut.

Pada  aspek logika, dalam Undang-Undang No 39 Tahun 1999 Tentang HAM dalam Bagian ketiga khususnya pasal 11 dan 12 dinyatakan secara jelas bahwa setiap orang berhak untuk mengembangkan dan mencerdaskan dirinya guna peningkatkan kualitas hidupnya, sesuai dengan pendapat  Dr. Atik Krustiyati, S.H., M.S Dosen Fakultas Hukum Universitas Surabaya dalam tulisannya 16 April 2012 menyebutkan Ujian Nasional tingkat SLTA diselenggarakan. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya ada pemberitaan pro dan kontra tentang boleh tidaknya siswi hamil mengikuti Ujian Nasional tersebut. Pendapat pro dan kontra itu merupakan hal yang wajar dalam sebuah model argumentasi, yang biasanya dinamakan dialektika.

Berkaitan dengan siswa hamil yang memiliki hak untuk mengikuti ujian nasional tersebut, mungkin saja bisa diikutkan tetapi dengan cara-cara tertentu yang bersifat jangan sampai wibawa sekolah tercemar.

Oleh karena adanya peraturan yang memberikan hak seorang anak bersekolah, sementara dilain fihak ada aturan berupa tata tertib yang melarang terhadap siswa yang sedang hamil untuk bersekolah, maka diharapkan kepada orang tua memiliki kesadaran untuk memahami kesalahan yang dibuat oleh dirinya dan anaknya sendiri. Sehingga kalau pemahaman dan kesadaran orang tua terhadap peraturan yang berlaku di sekolah mengurangi permasalahan yang muncul. Walaupun tentunya tidak banyak orang tua yang kurang paham atau tidak sadar akan hak dan kewajibannya, tetapi tidak menutup kemungkinan sebenarnya bahwa sangat banyak sekali orang tua yang faham dan sadar terhadap keadaan atau hak dan kewajibannya yang apabila terjadi kehamilan terhadap  seorang anakmaka orang tua dengan kesadaran langsung mundur dari sekolah. Membandingkan antara orang tua yang sadar akan hak dan kewajiban dengan orang tua yang selalu menuntut haknya tanpa mengingat kewajiban yang harus dijalankan adalah lebih sedikit orang tua yang tidak sadar akan kewajibannya, namun terhadap orang tua seperti ini justru yang membuat permasalahan bertambah luas dengan melaporkan kepada lembaga lembaga yang berwenang sampai kepada mengekspos masalah ke media. Walaupun sebenarnya fihak sekolah tidak gentar untuk memberikan argumentasi berkaitan dengan pelaporan yang di buat oleh orang tersebut, tetapi bagi sekolah itu adalah merupakan  permasalahan yang sangat menyita waktu karena fihak sekolah atau guru seharusnya memberi pembelajaran di kelas bukannya mengurus permasalahan yang mengakibatkan tersitanya waktu untuk melaksanakan pembelajaran  karena harus adanya urusan kemana mana.

Berdasarkan kepada paparan diatas, disatu sisi aturan memihak kepada peserta didik, namun di fihak lain (sekolah) memiliki aturan tersendiri yang bersifat untuk memberikan rasa nyaman kepada peserta didik lainnya.

 

PENUTUP

Simpulan

Sesuai dengan apa yang diamanatkanolehUndang undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan, dan ayat 3 menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang undang. Untuk itu , seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan  Negara Indonesia. Dan Warga Negara Indonesia berhak untuk menuntut haknya mendapatkan pendidikan yang layak menurut UUD 1945.

Berkaitan dengan hak yang dimiliki oleh seorang warga Negara dalam mengecap pendidikan, maka ada aturan lain yang berada di sekolah berupa tata tertib yang mengatur terhadap warga sekolah untuktaat dan patuh terhadap aturan yang dibuat, yang mana tujuan dari tata tertib itu sendiri adalah untuk memberikan rasa tertib terhadap warganya dalam rangka pembentukan sikap dan karakter seorangsiswa.

Saran

Setiap Warga Negara wajib taat dan tunduk terhadap peraturan yang berlaku, sehingga apabila ada permasalahan yang bersifat pro dan kontra, maka penyelesaian  dibicarakan dengan cara musyawarah dan dicari jalan keluar yang terbaik.

Perlu disediakan sekolah khusus bagi siswa yang tersandung masalah, karena keberadaannya di sekolah asal akan membawa akibat resah siswa-siswa yang berada di sekolah tersebut.

 

DAFTAR  PUSTAKA

Abdul Aziz Amka, 2012, Hati Pusat Pendidikan Karakter, Cempaka Putih

Abdul Aziz Amka, 2013, Meletakkan Fondasi Usia Emas Anak Indonesia, Cempaka Putih

Abdul Aziz Amka, 2014, Membangun Kecerdasan Karakter Anak Usia Dini, Cempaka Putih. Belajar psikologi, com

Hardiyanto Edy, 2012, Peran Strategis Pendidikan, Angka Satu

Marjohan, 2014, Menyembuhkan Problem Sekolah, Pustaka Intan Madani

Samani Muchlas & Hariyanto, 2012, Pendidikan Karakter, Rosda

Widada, 2014, Kumpulan Undang Undang dan Peraturan bidang pendidikan SMA, PT Macanan Jaya Cemerlang

Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Comments

comments

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini