Kibaran Bendera KGI Pada Launching IGI Provinsi Kalimantan Selatan

0
1876

Kibaran Bendera KGI Pada Launching IGI Provinsi Kalimantan Selatan
Oleh Abdul Halim Rahmat
(Ketua IGI Prov. Kalsel Pertama/2010 – 2013)

“Ini mantap, harus segera kita bentuk di Kalsel”, ungkap Gusti Surian dengan semangat. Tangannya tak henti membolak-balik 5 lembar kertas print out yang saya sodorkan. Tampak wajahnya berbinar dan penuh semangat, membayangkan bagaimana gerakan organisasi yang akan dibentuk.

Di akhir 2009, berawal dari kebiasaan saya berselancar di dunia maya, saya menemukan satu komunitas pendidikan yang selalu aktif berdiskusi. Saya bergabung dalam sebuah mailing list yahoo.group dengan diskusi yang hangat dan bernas. Segala macam persoalan pendidikan yang lagi hangat dibicarakan tak luput dari materi diskusi di group ini. Banyak guru, dosen, praktisi dan pengamat pendidikan yang bergabung, sehingga topik yang diskusi menjadi ramai karena masing-masing akan melihat dari sudut pandang yang berbeda. Saya menyukai diskusi di komunitas ini karena semua terbuka terhadap perbedaan pendapat, namun semua tetap bisa cair dalam balutan homur dan goyunan. “Pertengkaran” pak Nanang (A.Rizali), cak Satria, pak Ihsan, pak Sururi dan anggota lainnya pun menjadi santapan sehari-hari dalam diskusi group, tapi saya “menikmatinya”. Bahwa berbeda pendapat itu wajar dan terkadang kita bisa sepakat untuk tidak sepakat.

Seingat saya, ketika itu di beberapa daerah sudah berdiri KGI (Klub Guru Indonesia/nama sebelum berubah menjadi IGI). Di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI, NTB, dan beberapa daerah lainnya sudah berdiri KGI. Hingga kemudian memotivasi saya untuk mendirikan KGI di Kalimantan Selatan.

Satu hal yang menarik dari para pengurus (pusat) KGI ini, mereka tidak membentuk secara massif kepengurusan di daerah-daerah. Tidak seperti partai politik yang bergerak dengan terstruktur membentuk pengurus-pengurus partai di provinsi, kabupaten/kota, hingga sampai ke kecamatan. Mereka “membiarkan” inisiatif muncul dari bawah (daerah) dan kepengurusan tumbuh dengan alami. Memang akan terkesan lambat, tapi pola ini ternyata berefek positif. Para guru dan aktivis pendidikan yang tertarik, akan membentuk kepengurusan di provinsi/daerah dari niatnya sendiri, bukan diminta menjadi pengurus. Jika pun ada yang diminta, para pengurus pusat tidak menyiapkan segala sesuatunya untuk pendirian, semua diserahkan kepada inisiator pendirian. Pola ini secara tidak langsung melahirkan aktivis-aktivis pergerakan yang tangguh. Mereka memahami visi dan misi komunitas ini dan bisa bergerak dengan sendirinya.

Setelah mencermati visi dan misi komunitas ini kemudian saya minta izin kepada Ketua pak Satria dan Sekjen mas Ihsan untuk membentuk KGI di Kalimantan Selatan. Berbagai keperluan administrasi saya minta ke mereka. Setelah dirasa cukup, saya pun mencoba membuka diskusi dan mengkomunikasikan dengan kawan-kawan guru dan aktivis pendidikan di Banjarmasin.

Gusti Surian adalah orang pertama yang saya temui ketika akan membentuk KGI di Kalsel. Mengapa Gusti Surian?, karena sebelumnya dalam beberapa bulan kami berdua cukup intens berkomunikasi dalam berbagai hal. Proyek terakhir kala itu adalah sukses menggawangi pembentukan pengurus baru Assosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) Provinsi Kalimantan Selatan.

Saya mengenal Gusti Surian sejak awal kuliah di IAIN Antasari Banjarmasin. Satu Angkatan di Fakultas Tarbiyah dengan jurusan yang sama, Pendidikan Agama Islam. Sama-sama menjadi aktivis sejak awal menjadi mahasiswa, baik internal maupun ekstrenal kampus. Sama-sama aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) membuat kami sudah saling memahami karakter masing-masing. Selain itu, masing-masing juga sudah memahami seluk beluk dan tata cara mengelola sebuah organisasi. Berdiskusi dan berdemonstrasi pun tak luput pula dari aktivitas kami. Kala itu masih berada di zaman Orde Baru. Penyampaian pendapat tidak bisa terbuka seperti sekarang. Kepemimpinan masih bergaya otoriter dan sentralistik, hingga dalam satu momen demonstrasi mendesak Rektorat mengusut kasus korupsi di internal kampus, teman saya ini harus menerima skorsing karena terlibat dalam demonstrasi tersebut. Itulah pergerakan, apapun yang terjadi harus diterima sebagai sebuah konsekuensi dari sebuah perjuangan.

Tahun 1997 saya dipilih menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa Institut (SMI) IAIN Antasari Banjarmasin, istilah sekarang bisa disebut Presiden Mahasiswa. Gusti Surian saya minta dan saya masukkan di kepengurusan. Namun diakhir-akhir masa kuliah itu, Dia tidak bisa aktif secara penuh di organisasi mahasiswa ini. Dia lebih fokus ke dunia usaha, menjadi bos kayu di Kalimantan Tengah. Sejak itu kami jarang bertemu, hingga sekitar tahun 2003 dia menjadi guru di Banjarmasin dan komunikasi kami pun terjalin kembali.

Di akhir tahun 2009 saya mendatangi Gusti Surian, menyodorkan sebuah organisasi guru bernama KGI. Sambutannya diluar perkiraanku waktu itu, Gusti ternyata lebih bersemangat dari saya, seperti anak yang dapat mainan baru. Sejak itu mulailah kami mendiskusikan formula dan gerakan-gerakan apa yang akan dibuat dalam organisasi guru ini ke depan.

Berdiskusi dengan Gusti Surian ini seperti memasangkan puzzle-puzzle yang berserakan, menjadi satu dan mulai tergambar bentuknya. Saya bertipe konseptor, sedang Gusti bertipe gerakan lapangan. Sehingga apa yang ada di kepala masing-masing bisa menjadi satu ketika keduanya dicurahkan. Perbedaan tipe ini pulalah yang kemudian menjadikan Gusti Surian lebih dikenal daripada saya. Gusti lebih senang bekerja di lapangan, sedangkan saya lebih senang bekerja di belakang layar. Tapi kami sama-sama enjoy menikmati dua peran ini.

Setelah mendapat lampu hijau dari pengurus KGI Pusat untuk mendirikan di Kalimantan Selatan, mulailah kami menyusun kepengurusan. Saya meminta Gusti Surian menjadi Ketua, namun dia menolak dan meminta saya yang menjadi ketua. Dia hanya mau menjadi orang kedua, sekretaris. Saya sebenarnya lebih senang bekerja di belakang layar, tidak perlu dikenal dan muncul ke permukaan. Menurutku Gusti lebih cocok memegang komando organisasi ini, namun teman satu ini tetap menolak. Setelah lama berdebat dengan argumentasi masing-masing, akhirnya saya terima untuk mengetuai organiasasi baru ini.

Pada masa itu sebenarnya saya sudah berada pada masa antiklimak di organisasi. Dulak kata orang Banjar. Sejak pelajar dan mahasiswa selalu aktif di organisasi. pengurus OSIS, menjadi Presiden Mahasiswa IAIN, Ketum HMI Cabang Banjarmasin, hingga Ketum HMI Badko Kalimantan. Pasca menamatkan kuliah S1 saya selalu menolak ketika diajak aktif ke berbagai organisasi, hanya aktif di satu LSM yang berkiprah di dunia pendidikan, Lembaga Kajian Agama dan Masyarakat (LkAM) Banjarmasin. Lembaga kajian keagamaan dan pelatihan bagi guru-guru madrasah.

Hingga kemudian saya mengenal satu organisasi/komunitas guru bernama KGI, keinginan berorganisasi itu mulai muncul kembali. Namun demikian, seandainya respon Gusti tidak meyakinkan ketika itu, bisa jadi tak akan berdiri KGI/IGI di Kalsel.

Tonggak awal berdirinya IGI Kalimantan Selatan

Di awal tahun 2010, Saya dan Gusti Surian mulai mengumpulkan kawan-kawan guru yang sebagian besar adalah mantan aktivis kampus. Mereka diberi penjelasan dan pemahaman tentang visi dan misi KGI, organisasi guru yang akan menjalankan misinya dalam peningkatan kompetensi guru. Memberikan gambaran kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan KGI pusat dan daerah-daerah lainnya. Alhamdulillah, respon kawan-kawan semuanya positif. Mereka menyambut dengan semangat dan siap bergerak melalui organisasi baru ini.

Berkaca dari pengalaman aktivis KGI di beberapa daerah kala itu. Dalam pendirian dan aktivitas mereka kerap mendapat gangguan dan resistensi dari organisasi guru lain yang sudah lama berdiri. Kami pun mulai memikirkan dan mempersiapkan acara lounching pendirian KGI Kalsel ini agar smart, tidak mendapat gangguan dari mana pun. Tidak tanggung-tanggung, Rudy Ariffin, Gubernur Kalsel waktu itu langsung kami dapuk menjadi Ketua Dewan Penasehat. Melalui salah satu kawan aktivis kampus yang aktif di partainya pak Gubernur waktu itu bisa menghubungkan kami. Alhamdulillah, pak Gubernur bersedia menjadi Dewan Pembina/Penasehat KGI Prov. Kalsel dan kemudian kami buatkan Kartu Anggota Kehormatan kepada beliau.

Pada kepengurusan KGI periode pertama, selain pak Gubernur, Saya juga meminta kesediaan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Kepala Kanwil Kemenag Prov. Kalsel duduk di Dewan Penasehat. Selain itu, ada pula pak Fauzan Shaleh, Kabag Biro Kesra Pemprov. Kalsel, pak Sutarto Hadi, seorang dosen progresif waktu itu (sekarang sudah menjabat sebagai Rektor ULM Banjarmasin dua periode) duduk di Dewan Pembina/Penasehat.  Padda bagian Dewan Konsultan Ahli ada Ersis Warmansyah Abbas, dosen ULM dan penulis produktif, Radius Ardanias Hadariah birokrat yang selalu kritis terhadap perubahan, serta Ani Cahyadi, Dosen IAIN Antasari/ahli teknologi pendidikan.

Susunan pengurus telah lengkap, langkah selanjutnya adalah merencanakan pelantikan pengurus KGI. Dalam sebuah rapat calon pengurus KGI Kalsel, kami memutuskan pelaksanaan di tanggal 8 Maret 2010. Kita juga menyepakati bahwa tempat lounching dan pelantikan pengurus harus di Gubernuran. Gedung Mahligai Pancasila, aula pertemuan resmi kegiatan-kegiatan Gubernur pun akhirnya dipastikan bisa kita pakai.

Untuk menarik minat guru-guru mengikuti acara lounching dan pelantikan pengurus KGI Kalsel, kegiatan kemudian dikemas dalam sebuah Seminar Nasional Pendidikan dengan target peserta 1.000 orang. Bukan itu saja, Pak Gubernur Kalsel, Rudy Ariffin pun kita minta untuk memberi sambutan, menjadi keynote speaker kegiatan lounching. Gubernur juga bersedia menyiapkan konsumsi untuk 1.000 orang. Sungguh menjadi berkah dan dukungan beliau yang luar biasa, sesuai dengan apa yang kami harapkan.

Tempat dengan fasilitas dan konsumsi yang bagus serta dihadiri ribuan orang tidak akan berarti apa-apa jika tidak dipublikasikan dengan baik. Berbagai media cetak dan elektronik pun kita undang untuk menghadiri dan mempublikasikan louncing pendirian organisasi ini. Secara khusus saya menemui pimpinan redaksi Radar Banjarmasin, pak Toto biasa dia dipanggil. Dari pertemuan ini Radar Banjarmasin bersedia menyediakan 2 halaman penuh korannya untuk diisi materi kegiatan seminar beserta profil KGI dan susunan pengurus. Saya siasati ini selain untuk publikasi juga untuk menghemat biaya copy handout materi seminar, cukup baca koran hari itu saja, beres.

Satu lagi yang menggembirakan saya waktu itu. Agar organisasi baru ini bisa dikenal luas di masyarakat, maka harus ada media penghantar informasi kepada khalayak ramai, terutama kepada guru-guru di Kalimantan Selatan. Waktu itu medsos belum berkembang pesat, belum sebanyak seperti sekarang ini. Sehingga pilihan paling mungkin adalah menggunakan media cetak koran ini untuk publikasi. Saya dan pihak redaksi Radar Banjarmasin akhirnya menyepakati untuk mengisi 1 halaman penuh koran ini bertajuk “Untukmu Guru” yang terbit setiap minggu sekali. Isinya adalah artikel, opini, pemberitaan yang terkait dengan pendidikan. Selain itu ada pula kolom sharing interaksi pembaca yang dikelola melalui SMS dan diterbitkan di kolom tersebut setiap minggunya. Pihak redaksi Radar Banjarmasin mempercayakan sepenuhnya kepada Tim KGI/IGI untuk mengelola halaman ini. Mereka hanya melakukan layout dan penerbitan setiap minggunya. Jadilah media ini sebagai sarana informasi KGI/IGI waktu itu.

Hingga tulisan ini dibuat, kerjasama IGI Kalsel dengan Radar Banjarmasin tetap berlanjut. Jika dihitung sejak pertama kali terbit hingga sekarang, tidak kurang dari 500 edisi “Untukmu Guru” sudah diterbitkan.

Tibalah hari yang ditunggu, pelantikan pengurus KGI pertama di Kalimantan Selatan tanggal 8 Maret 2010. Hari itu saya menerima kabar ada perubahan nama dari KGI menjadi IGI. Memang SK Menkumham tercatat keluar di bulan Nopember 2009, namun kami baru mengetahui perubahan nama itu baru pada hari pelaksanaan pelantikan, ketika disampaikan secara langsung oleh pak Satria Dharma, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI).

Jadilah lounching dan pelantikan IGI Kalsel pertama ini dihiasi dengan logo backdrop dan bendera KGI. Sebelumnya, kami sudah mencetak ratusan bendera berlogo KGI dan memasangnya di dipinggir jalan arena Gedung Mahligai Pancasila. Kibaran bendera KGI ini memang menjadi perhatian orang-orang yang lalu lalang di depan Gedung, bahkan ada yang bertanya, “Ada peresmian partai baru ya pak?”.

Kegiatan lounching dan pelantikan pengurus IGI Kalsel yang dibalut dengan Seminar Nasional Pendidikan sukses dilaksanakan, tidak kurang dari 1000 orang guru memadati gedung pertemuan. Dihadiri pak Gubernur Rudy Ariffin, pak Satria Dharma dan Mas Muhammad Ihsan selaku narasumber Seminar Nasional.

Pergerakan Awal IGI Kalsel

Lounching IGI Kalsel telah sukses dilaksanakan. Langkah selanjutnya adalah mengisi kegiatan-kegiatan IGI dengan program kegiatan. Masa-masa awal gerakan IGI di Kalimantan Selatan saya fokuskan pada program sosialisasi, mengenalkan organisasi guru baru ini ke tengah masyarakat terutama pada guru. Halaman Koran Radar Banjarmasin bertajuk “Untukmu Guru” sudah mulai berjalan setiap minggunya sejak April 2010. Kita juga menggandeng operator telekomunikasi “Flexi” yang bisa memuat 500 anggota dalam satu group komunikasi via sms. Satu pesan yang dikirim bisa langsung masuk ke 500 handphone anggota. Saat itu belum ada WA, telegram, dan aplikasi group medsos seperti sekarang ini.

Komunikasi dengan para pengambil kebijakan di daerah juga bisa berjalan baik. Dukungan dari mereka sangat diharapkan untuk bisa mengembangkan organisasi menjadi lebih baik, memajukan pendidikan dan kualitas guru-guru di daerah. Dukungan pak Gubernur memang sangat baik waktu itu. Dalam satu Seminar Nasional yang kita selenggarakan, ketika kita minta sampel tanda tangan Pak Gubernur yang akan discan untuk sertifikat peserta, malah dia minta tanda tangan asli semua sertifikat. Seribu sertifikat peserta pun bertandatangan asli pak Gubernur, hingga satu peserta berseloroh, seperti mendapat SK PNS katanya.

Kegiatan workshop dan seminar sengaja diprogramkan bersifat massif, mengundang banyak orang. Bahkan dalam satu even seminar pernah dihadiri hingga 3.000 peserta bertempat di Gelanggang Olah Raga Hasanuddin HM Banjarmasin. Berbagai media pun digunakan untuk sosialisasi keberadaan IGI Kalsel dengan visi dan misinya. Selain media cetak, media elektronik dalam lingkup daerah seperti TVRI Kalsel dan RRI pun kita pakai untuk sosialisasi mengenalkan IGI di daerah.

Dalam rentang waktu 2010 – 2013, berhasil terbentuk 6 kepengurusan IGI Daerah di Kalsel dari 13 Kabupaten Kota yang ada. Saya memang tidak membentuk secara massif di semua kabupaten/kota, tetapi membiarkannya tumbuh secara alami, digerakkan oleh inisiator dari mereka sendiri. Harapannya adalah tumbuh aktivis-aktivis IGI dengan pergerakan yang kuat dan memahami visi dan misi organisasinya.

Tahun 2013 digelar Kongres I IGI di Jakarta. Saya lupa berapa orang utusan IGI Kalsel yang berangkat. Seingat saya, guru-guru Kalsel yang berangkat jumlahnya hampir menyamai utusan Sulsel yang paling banyak mengirimkan perwakilan gurunya. Disinilah saya pertama kali bertemu dengan daeng Ramli, ketua IGI Sulsel saat itu. Terutama, ketika penentuan tempat Kongres II mengerucut pada dua tempat Kalsel dan Sulsel, keduanya ngotot siap melaksanakan Kongres II. Difasilitasi oleh Sekjen Mas Ihsan, dilakukan mediasi dari dua utusan. Akhirnya kita menyepakati Kongres II di Makassar, Sulsel dan Pra Kongres II di Banjarmasin, Kalsel. Hasil pembicaraan ini kemudian disepakati pula oleh semua utusan dari berbagai wilayah yang berhadir. Kongres I Jakarta juga menyepakati adanya penambahan masa kepengurusan IGI wilayah, semua berakhir sampai berlangsungnya kongres II Makassar.

Berdasar SK IGI Pusat, Saya dilantik mengemban amanah menjadi ketua IGI Kalsel sejak 2010 dan berakhir di tahun 2013. Tiga tahun bagi saya sudah cukup waktu dalam mengelola IGI, dari merintis pendirian, menyosialisasikan dan mengenalkan IGI di Kalsel. Selanjutnya harus diteruskan oleh generasi yang lebih cakap dan progresif dalam gerakannya.

Pasca Kongres I Jakarta, saya mengumpulkan kawan-kawan pengurus IGI Kalsel dan menyampaikan keinginan saya untuk tidak melanjutkan lagi “periode tambahan” hasil kongres I. Saya meminta kepada Gusti Surian untuk meneruskan tampuk ketua IGI Kalsel sampai dilangsungkannya Kongres II Makassar. Selain karena periode kepengurusan saya sebenarnya “sudah habis”, alasan untuk fokus menyelesaikan studi Pascasarjana saya juga menjadi pertimbangan. Akhirnya kawan-kawan pengurus IGI Kalsel dan Daerah pun mengamini keputusan ini dan menyepakati Gusti Surian sebagai Ketua IGI Wilayah Prov. Kalsel periode kedua (2013 – 2016).

Sesudah itu, saya jarang aktif lagi di kegiatan IGI. Hanya pada moment seminar dan pra kongres IGI di Martapura saja saya bisa hadir. Hingga saat Kongres IGI II tahun 2016 di Makassar saya bisa menghadirinya. Saat itu saya lihat perkembangan IGI sudah luar biasa, berkembang hingga ke beberapa daerah di Indonesia. Pasca Kongres II, Gusti Surian yang masuk di tim inti kepengurusan IGI Pusat meminta saya agar juga masuk di PP. IGI. Awalnya saya tolak, karena alasan pekerjaan dan sebagainya, tapi akhirnya saya iya kan saja dengan syarat dijadikan anggota saja di Pengurus Pusat dan bidangnya adalah literasi sesuai dengan passion saya. Kalau ada susunan pengurus bagian paling bawah, nah disitu saja saya diletakkan, pinta saya pada Gusti Surian. Akhirnya saya diletakkan menjadi wasekjen bidang literasi dan publikasi karya guru, dan itu adalah bagian paling bawah pada kepengurusan IGI periode 2016 – 2021. Setelah beberapa kali terjadi reshuffle kepengurusan, saat ini saya diberi amanah menjadi Ketua Bidang Publikasi dan Sosial PP. IGI.

Saya menjadi Ketua IGI wilayah Kalsel pada periode 2010-2013, kemudian dilanjutkan oleh Gusti Surian pada periode 2013 – 2016. Saat ini Ketua IGI Kalsel dipegang oleh Adnani, periode 2016 – 2021. Kini di 13 Kabupaten/Kota di provinsi Kalsel sudah berdiri kepengurusan IGI Daerah, walau sebagian kecil ada juga yang masih vakum. Pada bulan Juni 2020 ini, di Sistem Informasi Keanggotan IGI (Sisfo IGI) tercatat ada lebih dari 3.000 guru sudah bergabung menjadi anggota IGI Kalsel.

Ikatan Guru Indonesia adalah organisasi profesi guru yang bercorak gerakan. Motto sharing and growing together menjadi urat nadinya, menjadi benang merah dalam setiap gerakan-gerakannya. Sehingga tidaklah mengherankan jika organisasi ini bisa survive dan berkembang sedemikian rupa walau tak ada dana iuran bulanan anggota dan tak pakai dana APBD/APBN dalam membiayai kegiatannya. Jiwa kreatifitas dan inovatif pengurusnya akan mampu melambungkan IGI menjadi lebih tinggi lagi di masa depan. Menjadi organisasi profesi guru yang diminati dan disukai oleh para pendidik. Insya Allah.

Banjarmasin, 1 Juni 2020

Ketua IGI Wilayah Prov. Kalsel Pertama, Periode 2010 – 2013
Abdul Halim Rahmat

Comments

comments