TERANGI DENGAN OBOR, JANGAN HANYA BERHARAP MENTARI DATANG MENGHAPUS KEGELAPAN

0
3271

Sulawesi Selatan, negeri para pemberani, negeri yang telah melahirkan begitu banyak tokoh dan legenda. Sulawesi Selatan selalu melahirkan orang-orang hebat bahkan dalam kondisi kritis, putra-putri Sulsel sering kali muncul menjadi tokoh. Siapa yang tak kenal Jenderal Jusuf, tokoh Supersemar yang tak bisa dipaksa oleh siapapun mengungkap kejadian Supersemar. Siapa yang tak kenal Baharuddin Lopa, tokoh yang sudah menjadi Bupati ketika berumur 23 tahun dan menjadi semangat perlawanan terhadap korupsi yang konsisten hingga akhir hayatnya. Abraham Samad, gajah yang dijatuhkan hanya dengan kulit pisang. Karena tak ditemukan sedikitpun kesalahannya hingga hal sepele yang menurunkannya dari posisi ketua KPK. Ada Jusuf Kalla yang pernah mendapat gelar “the real president” saat menjabat Wapres.

Sulawesi Selatan seperti tak punya cela dengan lahirnya tokoh-tokoh hebat ini. Tetapi, coba kita teropong lebih jauh kondisi pendidikan di Sulawesi Selatan. Pemprov Sulsel hanya menganggarkan Rp.76.000/siswa pertahun di APBD 2016. Hasil Ujian Nasional 2015, Sulawesi Selatan memiliki nilai Integritas terendah di Indonesia. Hasil UKG Sulsel hanya di urutan ke-22 dengan nilai rata-rata hanya 52,6. Tingkat kekerasan dalam dunia pendidikan di Sulsel pun paling tenar Se Indonesia.

Tapi semua itu tidak membuat Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengutuk pemerintah atau menyalahkan DPRD. Mereka semuanya adalah produk pendidikan. Kondisi guru di Sulsel faktanya memang jauh tertinggal dan ini tak mungkin bisa berubah jika bukan guru sendiri yang mengubahnya. Berharap pemerintah akan mengubahnya tentunya tak seperti mengharapkan mentari terbit esok hari. 71 tahun sudah Janji kemerdekaan “mencerdaskan kehidupan bangsa” namun bagaimana mungkin jika mereka yang ditugaskan mencerdasakan sedang terpuruk. Kondisi pengajaran yang membosankan karena rendahnya kreativitas guru akan berdampak pada keterpaksaan dan rasa bosan anak didik dan akhirnya mencari penyaluran lain. Beban mengajar minimal 24 jam pun menjadi beban tersendiri buat guru-guru kita.

Kondisi inilah yang membuat Ikatan Guru Indonesia memilih menyalakan lilin dimana-mana dan kini IGI memilih menyalakan obor buat Sulawesi Selatan. Dalam 20 hari kedepan, mulai 5 September 2016 kemarin hingga 25 September 2016 nanti, IGI akan menggelar Workshop dan Seminar di 18 Kabupaten/kota di Sulawesi Selatan, berawal dari Pangkep dan berakhir di Makassar.

Dengan semangat sharing and growing together, IGI menghadirkan Abdul Kholiq, Guru SMKN 1 Bangil Jawa Timur yang dikenal sebagai Master Sagusanov akan melatih guru-guru di Pangkep, Barru, Sidrap, Maros dan Makassar membuat aplikasi pembelajaran berbasis android, sehingga kedepan siswa bisa mendapatkan materi yang akan diajarkan gurunya di Play Store atau IGI Store. Jika guru-guru di Indonesia sudah bisa membuat aplikasi pembelajarannya sendiri, harapannya kedepan tak perlu lagi ada cerita RPP yang lebih banyak copy paste. Bahkan kita berharap, jika kondisinya sudah sangat baik, sekolah tanpa kertas bisa diwujudkan karena semua materi belajar sudah ada di Android.

Setelah Pak Kholiq balik, Abdul Karim datang. Abdul Karim, Guru Nasima International School Semarang yang dikenal sebagai Master Komik Pembelajaran ini akan terjun di Luwu Timur, Luwu Utara, Palopo, Luwu, Pare pare dan Wajo. Abdul Karim akan melatih guru membuat komik pembelajaran, membuat Ujian berbasis komputer yang selama ini kita sebut UNBK menggunakan Lectora serta melatih guru menggunakan wolfram alfa dalam pembelajaran.

Pak Karim kembali, Elyas datang. Elyas, Guru SMKN 4 Yogyakarta ini dikenal sebagai Master Drowing Animasi dan juga bisa melatih pembuatan aplikasi pembelajaran berbasis android dengan cara berbeda. Elyas akan turun melatih di Pinrang, Enrekang, Bone, Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto dan Makassar.

Kegiatan ini di support oleh PT Samsung Elektronik Indonesia. Di Pangkep kami menyerahkan dana Rp. 12.440.000 untuk digunakan diklat guru. Angka ini mungkin kecil buat pemerintah, tapi buat IGI dana sekecil ini sudah bisa digunakan pelatihan 4-6 kali dengan materi berbeda. Kabupaten yang paling banyak mendapat dana diklat adalah Sidrap yang kemungkinan mencapai Rp.31.997.000,- yang tentunya bisa digunakan IGI berlatih berulang-ulang kali. Apalagi Nurdin, Ketua IGI Sidrap betul-betul konsen pada peningkatan kompetensi guru.

Kami dorong kawan-kawan guru untuk berhenti berharap tapi langsung berbuat. Kegelapan ini tak seperti malam yang akan dihapuskan oleh mentari. Sekecil apapun yang kita lakukan, jauh lebih berarti dari sejuta kata protes dan caci maki ke pemerintah. Apalagi hanya diam dan pasrah dengan kondisi.

 

Pangkep, 6 September 2016

Muhammad Ramli Rahim

(Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia)

 

Comments

comments

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini