PEMERINTAH HARUS MEMPERTAHANKAN STANDAR KELULUSAN UTN PLPG DIATAS 80

0
2468

Ujian Tulis Nasional (UTN) Ulang Pendidikan dan Latihan Profesi Guru(PLPG) yang berlangsung hari ini dan kemarin telah berjalan dengan baik. 

Guru yang menjadi peserta UTN ulang memiliki pandangan berbeda tentang kualitas soal dan standar kelulusan. Sebagian guru SD merasakan soal-soal yang lebih sulit bahkan sebagian katanya merupakan soal-soal olimpiade sains atau soal-soal dari tingkatan sekolah yang lebih tinggi. Namun sebagian lagi merasakan bahwa tingkat kesulitan soalnya tak jauh berbeda dengan UTN sebelumnya.

Beberapa guru mengeluhkan angka 80 sebagai standar kelulusan dan merasa tidak adil dengan para seniornya yang dulu hanya perlu angka 40 untuk lulus.

Beberapa waktu lalu PGRI telah mengajukan surat resmi kepada pemerintah agar standar kelulusan PLPG diturunkan menjadi 60 atau 65 agar jumlah guru yang lulus PLPG bisa bertambah dan dapat menghemat anggaran.

Hal ini berbeda dengan sikap IGI yang telah dipublikasikan berbagai media nasional. IGI bersikukuh meminta pemerintah mempertahankan angka 80 sebagai standar kelulusan PLPG dan syarat mutlak menerima tunjangan profesi guru. 

Bagi IGI, tingginya tingkat kompetensi guru adalah sebuah keharusan, apalagi guru yang telah dinyatakan lulus PLPG akan menyandang status baru sebagai guru sertifikasi atau guru profesional. Menurunkan standar kelulusan UTN PLPG sama saja dengan mendukung semakin rendahnya kualitas guru Indonesia. 

Mereka yang ingin menyandang status sebagai guru profesional harus berupaya keras meningkatkan kompetensinya tak peduli berapun usianya. Guru yang tak mau meningkatkan kompetensinya sudah sewajarnya tak menyandang status guru profesional.

IGI tentunya tidak hanya diam, di Magelang dan beberapa kota lainnya, guru-guru yang mampu meraih nilai tinggi saat UTN PLPG sebelumnya memberikan pendidikan dan pelatihan sekaligus pendampingan dan motivasi kepada guru-guru yang bersiap mengikuti UTN PLPG. IGI tak layak meminta pemerintah menurunkan standar kelulusan tetapi IGI justru berkewajiban membantu guru mencapai standar kelulusan tersebut. 

Pada prinsipnya, guru memang harus berkualitas, jika gurunya berkualitas rendah dan hanya mampu mencapai angka 65 lalu diberi label guru profesional atau guru bersertifikasi maka bagaimana mungkin kita dapat berharap anak didiknya mampu mencapai angka 100?

Jangan-jangan guru yang oleh pemerintah telah diberi label guru profesional itu justru melakukan banyak mal praktek pengajaran, guru memberikan teori yang keliru dalam pembelajaran karena 35-40% pengetahuannya adalah pengetahuan yang salah. 

Mal Praktek dalam dunia pendidikan jauh lebih parah dibanding mal praktek dalam dunia medis, jika dalam dunia medis terjadi mal praktek maka korbannya mungkin hanya satu satu atau dua orang tetapi mal praktek dalam dunia pendidikan bisa menyebabkan puluhan, ratusan bahkan ribuan orang menjadi sesat dan salah. 
Jakarta, 27 April 2017

Muhammad Ramli Rahim

Ketua Umum Pengurus Pusat

Ikatan Guru Indonesia.

Comments

comments