NASIONALISME?

1
1976
Nobar di Bandara

Sore sampai malam  ini saya kembali menunggu cukup lama flight Batik Air menuju Semarang. Kegiatan penulisan KTI di Swissbel Hotel Kalibata Jakarta tiga hari ini berakhir pagi tadi jam 10.00 WIB dan peserta sudah harus check out jam 12.00 WIB. Saya yang sudah mengundur tiket sampai penerbangan terakhir juga harus keluar “pagi-pagi” dari hotel. Rencana untuk silaturahim dengan beberapa PP dan pengurus IGI DKI Jakarta yang sebenarnya akan dilakukan pada Sabtu siang maju menjadi Jumat siang kemarin. Jadilah saya datang lebih awal dari rencana ke Bandara Soekarno Hatta. Go Car menjadi andalan rombongan kita untuk bisa sampai tujuan dengan ngirit. Maklum uang harian yang diterima trainee selama tiga hari tak seberapa. Jika uang tiga hari itu digunakan untuk sewa hotel sekelas Swissbel yakinlah bahwa kita hanya akan menginap separuh kamar untuk semalam atau satu kamar untuk setengah malam. Namun semangat tholabul ‘ilmi dan silaturahmi membuat kita tetap semangat untuk ikut diklat KTI.

 

Setelah menunggu di luar bandara dari jam 15.00 sampai jam 17.30 WIB saya memutuskan masuk . Setidaknya untuk persiaoan magriban dan mencari tempat yang lebih nyaman. Saya mendapat jatah menunggu boarding di tetminal C-5. Ada yang cukup menarik dari aktivitas menunggu di bandara Soekarno Hatta Cengkareng pada malam hari ini. Suasana di terminal C-5 tempat pesawat Batik yang akan menerbangkan saya ke Semarang tampak hingar-bingar. Para penumpang yang sedang menunggu keberangkatan penerbangan mereka tampak sedang asyik menonton TV. Mereka sebagian berdiri, sebagian duduk dikursi, sebagian lagi duduk dengan badan diputar karena karena kursinya membelakangi layar televisi, dan sebagian terbesar duduk-duduk di lantai. Ini mengingatkan pada jaman tahun 80-an ketika televisi masih jarang dan kita harus nebeng ke tetangga kalau Ingin sekedar menikmati siaran TVRI yang kebanyakan masih hitam putih.

Suara celetukan, seruan, umpatan. dan sorak sorai para supporter dadakan itu benar-benar membuat seorang yang bukan penggemar bolapun tersedot perhatiannya. Seperti yang saya alami. Keriuhan mereka yang sedang menyaksikan pertandingan partai final leg kedua antara kesebelasan Indonesia dengan Thailand di salah satu stadion terbesar di Thailand itu benar benar “sesuatu”.

Semula saya tidak begitu berminat untuk berdekat-dekat dengan kelompok yang semakin lama semakin banyak tersebut. tetapi tampaknya suara-suara euforia mereka, teriakan mereka, seloroh mereka cukup menarik perhatian saya untuk akhirnya mendekat. Sepertinya saya ini adalah seekor laron yang ikut-ikutan mendekati arah cahaya lampu. Dan lampu itu adalah berupa TV 40 inci yang terpasang pada salah satu pilar di terminal untuk kalangan rakyat paling jelata yang saat ini masih sempat menikmati penerbangan murah tersebut.

Saya menyempatkan diri untuk bertanya pada salah seorang penonton yang ada di situ berapa skor terakhir dan jawabannya adalah masih kosong-kosong. Lalu tanpa diminta supporter dadakan tersebut segera menambah dengan penuh semangat ulasan yang menyatakan bahwa kalau sampai malam hari ini yang terjadi adalah seri maka sudah pasti juaranya Indonesia. Saya pun tidak mau menimpali dengan kata-kata, misalnya kalau kita kalah dan kemudian adu pinalti yang juga kalah, berarti kita kalah dong. Pertanyaan ini bisa saja membuat perasaan yang sedang berbunga bunga yang dimiliki orang tersebut akan layu. Saya cukup sopan untuk kemudian tersenyum dan memberinya kesempatan untuk menikmati pertandingan itu dengan kebahagiaan tersendiri.

Sesaat menikmati pertandingan sambil berdiri tiba-tiba datang lagi penonton baru yang mendekati saya. Dia bertanya tentang skor dan saya jawab persis seperti Jawatan yang diberikan oleh penonton terdahulu yang saya tanya. Lalu pemuda itu sedikit bercerita bahwa dia adalah road manager dari artis. Namanya Buo Anggrek. Artis Dangdut. saya penasaran dengan nama aimgtrsebut dan bertanya tanpa dosa kurang asingnya nama tersebut. Dan kesimpulannya sayalah yang kuper karena tidak pernah nonton TV.

Menunggu goI yang tidak segera terjadi membuat saya tidak sabar karena memang saya bukan penggemar si kulit bundar. Saya kembali menyingkir ketempat yang agak sepi dan memulai aktivitas Menemu Baling alias menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga untuk menghasilkan tulisan ini. Tak berapa lama kemudian terdengar pengumuman bahwa Batik yang akan saya tumpangi akan segera depart dan penumpang yang ke Semarang harus pindah ke Terminal C-7.

Rupanya di Terminal C-7 pun terjadi hal yang sama dengan yang di Terminal C-5, bahkan penonton yang duduk di lantai sangat banyak. Saat meliwati kerumunan supporter dadakan di Terminal C-7 itu tiba-tiba terdengar sorak sorai dan teriakan “Gooool!!!” bersama-sama. Seketika saya sempatkan mengambil gambar dan bertanya posisi terakhir pertandingan. Tenyata skor untuk kita sudah 0-2. Kita kalah Bro!

Itulah resiko sebuah pertandingan, kadang-kadang kalah, kadang-kadang menang. Setidaknya saya dalam urusan ini masih merasa sebagai nasionalis meski susah untuk sangat optimis. Jadi saya tetap jagokan tim Indonesia pemenangnya. Sekarang saya sudah di pesawat dan akan segera terbang ke Semarang namun masih ada doa ketika saya di langit semoga Indonesia menang!

Batik Air, Cengkareng sesaat sebeIum flight. Pukul 20.30 WIB.

Mampuono
#Menulislah lima menit setiap hari agar hidup lebih bermakna

Comments

comments

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini