IGI JATENG DAN PEMBERDAYAAN POTENSI KEANGGOTAAN

0
2215

(Sesi menulis dengan mulut dan membaca dengan telinga)

Sejarah keberadaan IGI di Indonesia diawali dengan berdirinya kepengurusan-kepengurusan IGI di Jawa Timur. Sejak tahun 2007 IGI muncul secara sporadis di daerah-daerah seperti Surabaya, Gresik, Madiun, dll. Saat itu namanya masih Klub Guru Indonesia (KGI). Kepengurusan IGI Jawa Tengah muncul setelah lahirnya kepengurusan-kepengurusan daerah tersebut. Namun secara umur, kepengurusan IGI Jawa Tengah di tingkat wilayah atau provinsi bahkan lebih tua dari kepengurusan IGI Jawa Timur. IGI Jawa Tengah lahir pada tanggal 8 Februari 2009 sedangkan IGI Jawa Timur lahir sekian tahun kemudian.

Kepengurusan IGI Jawa Tengah dilantik sekaligus memulai kegiatan dengan sebuah seminar internasional yang diselenggaran di Udinus pada tanggal 8 Februari 2009. Saat itu seminar besar menjadi syarat berdirinya kepengurusan IGI di setiap wilayah maupun daerah baru. Kinerja pengurus diuji dari kesanggupan mereka untuk melakukan launching dengan seminar. Jadi calon.pengurus mesti bekerja keras dulu untuk bisa mendapatkan “pengakuan” terhadap kinerjanya melalui suksesnya sebuah seminar.
Seminar launching IGI Jawa Tengah itu didisain lain dari pada yang lain. Di seminar itu IGI Jawa Tengah mengundang pembicara asing dan seminar juga dihadiri oleh peserta asing. Seminar juga mengkoneksikan pertemuan antar guru-siswa Indonesia dengan guru-siswa Kanada yang berbeda waktu 13 jam lebih lambat dan Inggris yang berselisih waktu 7 jam lebih lambat juga. Dengan kemajuan teknologi dan informasi yang disuport oleh alat yang bernama VICON oleh SEAMOLEC dan bandwith internet yang memadai oleh TELKOM pada saat itu jadilah semua bisa terhubung dengan lancar. Tentu semuanya tak lepas dari kerjasama apik berbagai pihak termasuk para mahasiswa Beasiswa Unggulan di Udinus sebagai panitianya dan tentu saja pertolongan Tuhan. Kanada terhubung dari jam 9-12 pagi waktu sini atau jam 8-11 malam waktu sana pada hari sebelumnya, sedangkan Inggris terhubung pada jam 14-16 siang waktu sini atau jam 7-9 pagi waktu sana pada hari yang sama. Para peserta seminar di ketiga negara itu merasa puas dan menginginkan pelaksanaannya pertahun, namun sayangnya sampai saat ini kegiatan itu belum bisa terulang lagi. Sesuatu yang tampak mustahil jika dilakukan tanpa IT ternyata bisa berlangsung dengan sangat menarik dengan kehadiran IT. Itulah sebabnya kelahiran IGI Jateng tidak bisa dilepaskan dengan keterlibatan penggunaan IT hingga sekarang.

Jawa Tengah memiliki 350.000 guru lebih dan dalam database IGI yang lama ada sekitar 1% dari jumlah itu adalah anggota IGI. Rata-rata yang memilih IGI adalah para guru yang berpikiran progresif, bersemangat menjalankan lifelong learning, dan bermental independen. Jawa Tengah juga lebih dikenal sebagai pabriknya guru berprestasi baik di bidang IT maupun non IT dengan orang-orang IGI di dalamnya. Gelar juara umum hampir selalu didulang oleh Jawa Tengah yang mengungguli provinsi-provinsi lain di setiap event lomba guru berprestasi tingkat nasional. Lomba paling bergengsi itu biasanya diselenggarakan di Kemendikbud Jakarta dengan mengikutsertakan para pesertanya pada event kenegaraan baik di Istana Negara maupun di gedung DPR Senayan.

Nama-nama tenar bermunculan dari Jawa Tengah menuju level nasional bahkan internasional karena prestasi mereka. Sebut saja mas Abdul Karim, Estu Pitarto, Widi Astiyono, Muh Ahsan, Nikmah Nurbaity, Fauzan Mahanani, Saptono, Yati Kurniawati, Mulyo Utomo, Sawali Tuhusetya, Endah Sulistyawati, Amin Mungamar, dan lain-lain. Mereka semua adalah orang-orang IGI Jawa Tengah. Maka tidak heran ketika dalam kongres kedua kemarin yang dimunculkan adalah issue penggunaan teknologi informasi karena banyak orang Jawa Tengah yang terlibat di IGI. Dan diyakini IT bisa sangat berdaya dalam rangka memperbesar dan menumbuhkembangkan IGI sebagai sebuah organisasi profesi yang benar-benar profesional. Maka tidak heran jika Pengurus Pusat berani memasang target yang cukup ambisius dengan meraih satu juta anggota dalam 5 tahun kedepan. Pengurus Pusat tidak asal pasang target tetapi sudah menganalisa dan memprediksi kemungkinan-kemungkinannya. Dan saat ini kita sedang benar-benar mengimplementasikan penggunaan teknologi informasi yang dibesut oleh Amin Muammar Cs di dalam rekrutmen keanggotaan IGI.

Jika kita runut, di era pembelajaran abad ke-21 ini, salah satu ciri guru profesional adalah menguasai teknologi informasi dan komunikasi, tetapi realitanya banyak guru “profesional” dan sudah menerima tunjangan profesi masih jauh dari kondisi kenal IT, apalagi menguasai IT. Bahkan menggerakkan mouse pun mereka gemetaran! Lantas bagaimana kita akan merekrut mereka melalui penggunaan teknologi informasi atau sistem informasi yang berbasis IT jika kenyataannya demikian?

Mengajak guru melek IT agak gampang-gampang susah memang. Maksud hati mengajak mereka berpacu dalam penguasaan IT, namun apa daya tidak semuanya, bahkan konon sebagian besar guru masih sedang terlelap menikmati zona nyaman mereka. Being a teacher is enjoying the most comfortable zone in your life, begitu keyakinan semua orang. Konon juga karena keyakinan itulah sehingga semua yang bermental pegawai berbondong-bondong ingin menjadi guru. Untuk apa? Ya untuk menikmati zona nyaman tersebut. Tidak terkecuali hal yang sama juga katanya terjadi pada para guru di Jawa Tengah. Sungguh kasihan menjadi murid di Jawa Tengah jika memiliki guru yang demikian. Bahkan karena rendahnya kemampuan literasi karya guru-guru indonesia, yaitu para murid mereka yang diteliti oleh lembaga-lembaga internasional seoerti TIMSS, PISA, dll. seorang penulis Amerika pernah mempublikasi sebuah artikel dengan judul “How Stupid Indonesian Students are”. Tulisan itu membuat heboh dan membuat kita mengelus dada tentu saja. Ini sebuah penghinaan, tetapi inilah realita pahit yang mau tidak harus dihadapi.

Inilah fakta tak terpungkiri bahwa dari 61 negara yang diteliti oleh sebuah universitas di USA ternyata murid-murid kita kemampuan literasinya (baca: kepandaiannya) menempati urutan ke-60 alias posisi kedua dari belakang di atas posisi Botswana, sebuah negara kecil terbelakang di Afrika! Hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) juga menyebut, budaya literasi masyarakat Indonesia pada 2012 terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti di dunia. Indonesia menempati urutan ke 64 dari 65 negara tersebut. Sementara Vietnam justru menempati urutan ke-20 besar (Satria Dharma). IGI sebagai sebuah organisasi profesi sudah seharusnya terpanggil dan hadir sebagai bagian dari solusi terhadap masalah bangsa ini. Dengan slogannya “Sharing and growing together” IGI siap bersinergi dengan siapapun untuk meningkatkan kompetensi guru dii negeri ini agar menghasilkan produk berupa siswa yang berkualitas tinggi di era yang memerlukan penguasaan IT ini.

Adalah sebuah keniscayaan bahwa jika seseorang tidak menguasai IT maka dia akan ketinggalan jauh di belakang. Keniscayaan itu berlaku umum, tidak terkecuali untuk guru-guru Jawa Tengah. Barangkali semua orang sudah tahu hal tersebut, namun tampaknya zona nyaman memang sedang menebarkan aroma kepuasan diri yang memabukkan sehingga para guru yang jumlahnya sangat besar itu tampak seperti gunung berapi yang sedang dormant atau inactive. Maks para pengurus IGI perlu bekerja keras untuk membangunkan para guru, mengajak keluar dari zona nyaman mereka dan mengubah mindset mereka. IGI harus melibatkan meteks dalam kegiatan-kegiatan IGI yang di antaranya adalah mengenalkan keanggotaan melalui sistem informasi di www.anggota.igi.or.id

Ini tentu saja tidak seperti membalikkan telapak tangan. Tetapi jika kita berusaha nanti akan muncul banyak cara. Di Jawa Tengah ada 20 kepengurusan IGI yang berada di kabupaten dan kota, tetapi realitanya dalam database sistem informasi yang baru, jumlah anggota IGIi Jawa Tengah sampai saat ini adalah 302 orang. Ini artinya anggota IGI masing-masing daerah rata-rata hanya sekitar 15 orang! Berarti anggota IGI Jawa Tengah di dalam database hanyalah terdiri dari para pengurus wilayah dan pengurus daerah. Itupun pun belum semuanya mendaftar karena biasanya kepengurusan suatu daerah dan wilayah bisa lebih fari 15 orang. Dan ini menjadi sorotan para pengurus IGI pusat maupun wilayah dan daerah lain, karena ini berhubungan dengan kinerja pengurus sebagai organisatoris. Mengapa IGI Jawa Tengah yang pernah memiliki keanggotaan terbesar kedua setelah IGI Jawa Timur sepertinya agak terganggu gerakannya? Maka kita perlu mencari solusinya. Untuk itu tadi sore pengurus pusat yang ada di Semarang dan ketua IGI Jateng kita undang untuk berkumpul dan mencoba share ide untuk memecahkan persoalan ini.

Seperti pesan Ketum IGI, wilayah sebenarnya tidak harus membuat kegiatan. Tugas utama wilayah adalah memfasilitadi daerah dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan. Setiap kepengurusan daerah tersebut diharapkan memunculkan ide-ide kreatif untuk mengajak guru berkegiatan dalam rangka peningkatan kompetensi diri. Saat ini penyelenggara kegiatan yang terkait dengan peningkatan kompetensi guru (guru SD ke bawah, guru SMP ke atas, kepala sekolah, dan pengawas) pada level kabupaten atau kota adalah KKG, MGMP, MKKS, dan MKPS. Maka akan sangat efektif jika pengurus IGI di setiap daerah bisa bersinergi dengan mereka. Pengurus bisa membuat program yang bertajuk “IGI GOES TO KKG & MGMP”. Bersama para pengurus KKG dan MGMP maka IGI bisa meningkatkan kompetensi guru secara berkesinambungan, misalnya dengan kegiatan Technology Enhanced Productive Literacy untuk mendukung “Gerakan satu juta guru terlatih literasi produktif”, kegiatan pend aa mpingan pasca UKG, kegiatan pebdampingan guru pembelajar, sll. IGI Jateng bersama-sama dengan pengurus pusat berperan memfasilitasi dan siap menyediakan trainer handal untuk kegiatan tersebut jika diperlukan.

Kalau pengurus satu kota atau kabupaten dapat menyelenggarakan satu kegiatan dalam satu bulan, maka bisa diatur agar setiap minggu ada lima kegiatan di kabupaten kota yang berbeda di seluruh Jawa Tengah. Dengan demikian, jika setiap kegiatan dihadiri minimal 50 orang dan IGI mendapat anggota baru sebanyak 50% atau 25 orang saja, maka setiap minggu IGI Jawa Tengah memperoleh 125 anggota baru. Dalam waktu satu bulan kita bisa mendapat 500 anggota baru! Dan secara kalkulasi matematis di atas kertas, dalam satu tahun IGI Jawa Tengah akan mendapat tambahan 6000 anggota baru yang betasal dari di www.anggota.igi.or.id. ini karena hampir semua guru tergabung dalam KKG ataupun MGMP dan jumlah mereka sangat banyak. Mereka saat ini sedang “dikejar-kejar” pemerintah untuk meningkatkan kompetensi dan IGI bisa menjadi partner yang sangat strategis bagi mereka dalam hal peningkatan kompetensi karena itu memang core IGI. Sekali lagi jumlah mereka di Jawa Tengah sangat banyak, dan setahun 6000 hanyalah 2% dari keseluruhan meteka. Jika kita benar-benar kreatif dan bertekat kuat agar guru-guru di Jateng menjadi agent of change yang sesungguhnya serta kita masih punya ambisi untuk mencapai masa emas 100 tahun Indonesia merdeka melalui revolusi mental dalam pendidikan sebagai petwujudan Nawacita, maka inilah saatnya unruk bergetak. Mari kita mulai!

Salam Pergerakan Pendidikan!
Mampuono
Sekjen IGI (Ketua IGI Jateng 2009-2014)

Comments

comments

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini